Kamis, 21 Juli 2011

Di Balik RumaH mewah

ART36.jpgDi Balik RumaH mewah 
By hakiki chandra wardani





Jalan yang terjal dan dikelilingi hutan pinus telah dilalui dengan mulus, rumah baru yang akan aku tempati rasanya memang jauh dari kota. Namun berpenduduk padat serta masih beradat tradisional. Rumah-rumahnya masih terbuat dari kayu dan berlantai tanah. Aku duduk di belakang pak Anton supir pribadi di keluarga kecilku. Suamiku memangku Dika anak pertama kami yang tertidur pulas. Mbok jah rupanya juga tertidur pulas. Kecuali Rehan sepupu suamiku asik bermaen laptopnya di belakangku. 

Pikiranku benar-benar kalut  memikirkan nasib anak-anakku jika tiap tahun harus pindah tempat demi pekerjaan suamiku sebagai polisi. Semoga anak-anakku nanti bisa dengan mudah beradaptasi dengan lingkungan barunya. Raut wajahku yang cemas mungkin mengkhawatir Satrio suamiku. Dia menggenggam tanganku dan tersenyum menenangkan pikiranku. Aku membalas senyumnya dan menyandarkan kepalaku dibahunya.  Di ujung jalan sudah nampak rumah bergaya belanda yang berdiri kokoh. Terlihat sangat asing, karena disekitar rumah itu hanyalah rumah-rumah kecil yang masih sederhana. Rumah itu terlihat seperti milik bangsawan. “Ini rumah baru kita”, ucap satrio saat mobil kami berhenti di halaman yang luas. Rumputnya sudah setinggi lututku. Mungkin sudah 2 tahun tak dihuni. Aku turun dan mengangkat koper-koper ke teras. Rumah itu terlihat sangat angkuh dengan dinding yang menjulang tinggi yang dikelilingi jendela besar dari kayu. “Kak, beneran kita tinggal di rumah sebesar ini”.Celetuk Rehan sambil terus memandangi rumah yang berpintu besi itu. Satrio tersenyum.  Pak Anton membuka pintu tercium bau debu yang menyengat. Semakin yakin kalau rumah ini memang telah lama dikosongkan untuk beberapa tahun. Suamiku merangkulku untuk memasuki rumah baru kami. Aku masih terdiam, di dalam sana banyak sekali guci besar yang antik dan masih tertata rapi disela-sela perapotan yang lain. Hanya saja debu tebal masih menjadi teman setianya. “ Re, kamar kamu di sana”, Satrio menunjuk kearah kamar yang berpintu kayu. Kamar yang lumayan besar untuk Rehan. Rehan gadis menginjak dewasa yang berusia 21 tahun, dia menghabiskana liburannya dengan ikut aku dan suamiku menempati rumah di pelosok desa. Aku sangat menyukai Rehan yang selalu ceria. Rehan membuka pintu dan mulai menata kamar barunya. Terlihat kamar itu masih rapi dengan bedcover warna hijau dan sofa berbentuk tangan di samping tempat tidurnya. Meja riasnyapun terlihat megah dengan kaca antiknya. Aku ikut masuk dan membantu Rehan menata barang-barangnya. “Kamar mandinya juga ada re”ucapku seraya membuka pintu dipojok kamar. Kamar mandi dengan bak untuk berendam terlihat sangat menawan. Rehan sangat seneng dengan kamar barunya.          “ Iya,kak. Aku seneng tinggal disini”ucapnya sambil menyapu. “Ya sudah, kakak ke kamar kakak dulu ya”, pamitku seraya pergi menuju kamarku bersama suamiku tercinta. Rehan hanya mengangguk.
                                                  *kiky saky*
Kamarku lebih besar dari kamar Rehan serta barang-barang disana lebih lengkap. Aku membuka jendelanya agar kami mendapatkan udara segar. Aku dan suamiku mulai menata dan membersihkan dari debu-debu. “yah, kenapa kita tinggal di rumah sebesar ini”, tanyaku memecah keheningan. “ Ini tugas dari atasan ayah, bunda senengkan tinggal disini”. Satrio mendekatiku dan memandang dalam mataku. Seakan dia memohon agar aku bisa menerima apapun keadaan kami sekarang. Aku langsung memeluk suamiku dengan mata berkaca-kaca.    “Aku pasti senang tinggal disini”.Ucapku lembut. “Bunda..........”Rupanya Dika terbangun. Aku langsung mendekatinya. Dika anak pertama kami yang berusia 3 tahun. Bagiku dia sangat cerdas seperti ayahnya. “Bunda, dika takut di sini sendiri” dika merangkulku. “Kenapa takut sayang, di sini kan ada ayah,bunda,tante rehan,pak anton, mbok jah, banyakkan teman Dika”. Aku tahu apa yang dirasakan anak semata wayangku. Karena aku juga merasakannya. Rumah ini sangat asing bagiku. Rupanya Satrio sudah tertidur pulas. Mungkin dia sangat lelah. Rasanya aku ingin keluar dari kamar ini, tapi aku takut karena semuanya pasti sedang terlelap karena letih dalam perjalanan dan seharian merapikan rumah bangsawan. Aku menyebutnya rumah bangsawan karena keindahannya. Seharusnya aku bahagia karena bisa hidup di rumah semewah ini. Namun hatiku masih gundah. Entah mengapa aku merasa rumah ini menyimpan rahasia. Ini alasan mengapa suamiku mengajakku pindah kesini. Aku yakin ini sebagian dari tugas suamiku untuk memecahkan misteri dalam rumah ini. Kalau ini memang alasan suamiku, aku harus membantunya. Tanpa persetujuan suamiku aku akan mencari tahu sendiri. Mataku sudah tak bisa diajak komrompi. Rasa kantuk sudah menyerangku. Aku merebahkan tubuhku disamping anakku yang sudah tertidur kembali. Aku menggenggam erat tangan Satrio.” I love you”Bisikku pelan.
                                             *kiky saky*
Adzan subuh telah berkumandang, desa ini memang masih memengang teguh adat istiadat ketimuran. Aku mengambil air wudlu dan menusul suamiku dan yang lainnya. Kami sholat berjamaah di dekat ruang tamu utama. Rupanya rumah sebesar ini tidak ada musolah kecil. Mungkin ini milik non islam atau memang sengaja tak diberi ruang untuk beribadah. Setelah sholat, Aku membantu mbok jah membereskan dapur. Kebiasaan Rehan masih aja belum ilang, dia kembali tidur setelah sholat. Ya, itu juga kebiasaanku sewaktu remaja dulu. Kini aku sudah berumah tangga kebiasaan itu mau gak mau harus disingkirkan. “ Mbok,masak apa ya hari ini”, ujarku sampil membuka kulkas yang ada sebagian sayuran yang dibawa dari rumah lamaku. Mbok Jah mendekatiku.” Masak sayur lodeh aja nyah”. Senyumnya menyorotkan wajah ayunya di masa muda. Mbok jah memang sudah berkepala 5 namun masih sehat dan gesit.  Aku dan suamiku sudah menganggapnya orang tua sendiri. Aku mulai merajang bumbu dapur. “ mbok merasa nyaman tinggal disini?”. Tanyaku. “Ya nyaman ini kan rumah bagus”. Jawab mbok jah polos. Matahari mulai menunjukan dirinya. Sinarnya menerobos masuk melalui celah-celah kecil “Bundaa............ayaaaah..bundaaaa....” Dika berlari ketakutan dari kamar. “Ada apa sayang?” Aku memeluknya. “ bunda, jangan tinggalin dika sendiri, ini kan bukan rumah dika. Ini rumah orang asing”. Ucapnya polos. Dika memang belum menerima keadaan ini, dia masih merasa asing tinggal di rumah sebesar ini. “Dika, gak usah takut. Ini rumah dika yang baru, baguskan”. Mbok jah menghibur dika. Dika masih pasang bibir manyun. Kami melanjutkan memasak sedangkan dika bermain mobil-mobilan di meja makan.
                                             *kiky saky*
Suamiku sudah berangkat ke kantor barunya, kapolsek Jati negara. Satu setengah jam bila dari rumah kami yang baru.  Suamiku sangat bekerja keras demi masa depan anak kami nanti. Aku sangat mencintai suamiku. Namun terkadang kami sering bertengkar kecil karena Satrio sering menyembunyikan sesuatu dariku. Aku tahu itu pekerjaannya. Namun aku merasa tidak dipercaya jika dia sudah mulai merahasiakan semua dariku. Seperti sekarang ini, semalam kami bertengkar kecil karena suamiku tak memberi alasan yang jelas mengapa mengajakku tinggal di rumah yang bagiku sangat aneh. Aku membereskan baju-bajuku yang masih sebagian besar di dalam koper. Aku membuka lemari yang terbuat dari kayu jati yang kokoh. Aku mulai menata baju-baju kami. Tiba-tiba aku terpaku pada sebuah kotak hitam dari besi. Aku memungutnya dengan susah payah. Kuletakan di atas meja. Aku mengawasi setiap sudutnya. Untung gempongnya tidak terpasang jadi dengan mudah aku bisa membukanya. Aku tersentak kaget karena di dalam kotak itu hanya terdapat buku agenda dan segepoh kunci. Entah itu kunci apa. Aku semakin penasaran ingin membaca agenda itu. Mungkin kotak ini yang dicari suamiku. Aku menyimpan kembali kotak tersebut diantara baju-bajuku. Aku mencari tempat ternyaman untuk duduk. Aku mulai membuka buku agenda yang sudah mulai usang.
                                             *kiky saky*
Aku akan menulis setiap jengkal langkahku melangkah, ini hari pertama aku menjadi istri seorang bangsawan terkaya di desaku. Ya lebih tepatnya aku istri ke-empat. Aku memulainya dengan sangat terpaksa karena kedua orang tuaku terjerat hutang besar dengan pak Danton. Akulah yang menjadi tumbal dari semua ini. Hidupku mulai hancur diawal pernikahanku. Kedua orang tuaku sudah terbunuh oleh anak buah pak Danton entah apa alasannya. Setahuku jika aku bersedia menjadi istri ke-empat pak danton kedua orang tuaku akan terbebas dari ancaman maut. Tapi mengapa ini masih terjadi. Aku tak tahu harus berbuat apa. Aku hanya bisa berdiam diri di kamar ini. Kamar ini yang menjadi saksi bisu kepedihanku. Aku hanya sebagai pepuas nafsu birahi pak danton. Aku selalu dikurung berhari-hari di kamar ini. Hanya mbok Tarmilah yang sesekali mendengarkan ceritaku saat mbok Tarmi mengantarkan makanan. Selebihnya aku sendiri. Ingin rasanya aku berlari dari semua ini. Suatu ketika aku berhasil lolos dari ruang kecilku, aku berhasil keluar dari kamarku. Tak sengaja aku melihat pak danton dengan kawan-kawannya sedang membawa brangkas. Aku memang orang desa yang tak tau apa-apa, namun rasa penasaranku lebih besar daripada keinginan keluar dari neraka ini. Aku mengendap-ngendap membuntuti mereka ke ruang bawah tanah di bawah dapur. Aku tak menduga bahwa di rumah ini masih ada ruang tersembunyi di dalam tanah. “ Apa yang kau lakukan disini?, jika kau berani keluar dari sini kau akan mati”. Maki pak danton. Aku hanya diam tanpa kata, aku menyesal telah membuntuti mereka. “ seret dia kembali ke kamarnya”,utus pak Danton kepada anak Buahnya. Aku diseret paksa. Aku hanya bisa menangis sesegukan di kamar ini. Aku menutup agenda dengan kening berkerut. Aku semakin penasaran ingin melanjutkan membaca agenda itu. Tapi aku tak sabar ingin memberi tahu Suamiku. Aku meraih telpon di saku jinsku. Dan mengklik nama my husband. “ Halo, ada apa bun, ayah lagi sibuk”, ucap suamiku. “ Please yah,pulang sekarang. Aku menemukan sesuatu yang bisa melanjarkan tugas kamu sayang. Agenda istri ke-empat pak Danton.”Jelasku berharap suamiku percaya. “ Yakin nda, kalo begitu aku segera pulang. Ingat ini rahasia kita”ucap suamiku. Aku tersenyum penuh keyakinan, ini awal menjadi detektif bersama suamiku. Aku mulai merasa senang tinggal di rumah misterius ini. “ Aku tunggu”. Aku mematikan telepon. Seraya membuka agenda dan melanjutkan membaca kata demi kata.
                                                                                        *kiky saky*
Kreeek, pintu kamarku terbuka. Wanita paruh baya itu memasuki kamarku. Sebelumnya aku belum pernah melihat dia dalam rumah ini. Ya mungkin karena keterbatasanku dalam bergerak. “ Siiiapaa kau..?”Suaraku gementar. “ Tak usah takut gadis malang, aku istri pak danton. Kita mempunyai nasib yang sama. Terpenjarah di dalam rumah harta karun ini”.Ucapnya dengan mata sayu. Taut wajahnya menyimpan kepedihan mendalam. “ Harta karun??” aku terperagah. “ iya harta karun, pak danton adalah perampok kelas atas, yang sering keluar masuk negara demi mendapatkan harta haram ini. Dia juga menjadi bajak laut di perairan, aku lupa namanya” Cerita bu danton. Aku hanya diam membisu. “ pak danton memang hebat dalam hal perampokkan jadi selama ini dia masih terbebas dari pencarian polisi. Oleh sebab itu dia memilih membangun rumah ini di daerah desa terpencil agar polisi tidak tau glagatnya. Aku harap kau jangan macam-macam dengan pak danton karena kau bisa celaka. Seperti Mayang dan Delia yang mati dengan mengenaskan karena dia berusaha kabur dari rumah ini.” Ucapnya memberi saran dengan embel-embel informasi. Aku hanya mengangguk dan tersenyum kecil. Wanita paruh baya itu meninggalkan aku sendiri kembali. Aku semakin ingin tahu apa yang dilakukan Pak Danton slama ini hingga dirinya kaya raya. Bodohnya masyarakat disini yang tak tahu siapa sesungguhnya pak Danton. Rupanya aku ketiduran saat suamiku mengecup keningku. “ Apa yang kamu temukan sayang” satrio sangat penasaran. Aku menyerahkan agenda usang ke arah suamiku. Satrio membukanya.” Sudah selesai kamu baca?” tanyanya singkat.           “ belum, aq baru membaca sebagian tapi cukup memberiku informasi. Di bawah dapur ada ruang bawah tanah yang entah dari mana pintunya, kamu bisa minta bantuan pak Anton untuk mencarinya. Ceritakan padaku apa tugasmu disini sayang?” Aku berharap suamiku berbagi juga padaku. Aku ingin membantunya. “Baiklah, aku gak bisa menyembunyikan terlalu lama padamu sayang, aku disini ditugaskan untuk mencari tahu siapa itu Danton. Kejahatan dia memang sudah meraja lelah dimana-mana dan sampai detik ini dia belum berhasil ditangkap. Intel telah menemukan dia di rumah ini namun danton berhasil melarikan diri sebelum polisi kesini.” Satrio menceritakan. “ kalo danton kembali ke sini bagaimana sayang?” Aku mulai cemas. “ tak usah khawatir, dia tak mungkin kembali di sini karena di desa ini juga ada beberapa intel yang menyamar menjadi warga disini. Danton memang pintar jadi dia tak mudah mempercayai orang.” Satrio menenangkan aku. “ Kenapa bukan intelnya saja yang tinggal di rumah ini, inikan tugas mereka dalam menyelediki kasus semacam ini?” Ucapku tak tau apa-apa. “ Sudahlah sayang kamu tak tau menahu tentang hal ini, lebih baik kamu teruskan membaca agenda itu dan ceritakan” satrio mengelus-elus rambutku yang aku biarkan terurai. Aku mencubit pipinya “ kebiasaan malas membacamu masih kental rupanya”. Satrio mulai memeriksa apakah ada sesuatu yang jangkal di dapur. “ Pak anton, tolong bantu saya menemukan pintu ke arah bawah tanah ya?” Ucap satrio berbisik. “ baik pak”, jawab pak anton. Pak Anton terlihat sangat gigih dan semangat dalam bekerja. Dia sudah seperti teman suami kalau aku perhatikan. Ah mungkin karena terlalu akrap, aku menepis pikiran yang tidak-tidak. Satrio dan pak anton mengetuk-ngetuk setiap sudut dengan palu kecil. Dika yang tadi sedang bermain dengan Rehanpun ikut mengetuk-ngetuk lantai. Aku hanya tersenyum memandangnya. Aku menyiapkan kopi untuk suamiku dan pak Anton. “ nyah, pada cari apa to?kok lantai dipukul-pukul,” tanya mbok jah bingung. Aku tersenyum, “ Kalau-kalau ada lantai yang rusak mbok, maklum rumah sudah lama gak dihuni”. Untung mbok jah puas dengan jawabanku dan berlalu. Hari sudah gelap pintu itu belum ditemukan juga.
                                                                                *kiky saky*
Hari ini Satrio tidak ke kantor, dia lebih fokus mengurusi rumah ini setelah aku menemukan agenda itu. Memang tugas suamiku untuk menyegel barang-barang harta karun yang terpendam dalam rumah ini. Masih dibantu pak Anton sampai-sampai mbok jah bingung karena dapurnya dibuat berantakan. Pak Anton tersenyum senang saat menemukan sesuatu dibalik kulkas dua pintu. “ Apa kau menemukannya pak?” Tanya satrio penasaran.Pak anton menggeser tempok di belakang kulkas, rupanya memang pintu menuju bawah tanah. Karena ada tangga yang menurun dibawah pintu itu. “ Iya, saya menemukannya”. Satrio mengampiri pak Anton. Pak Anton memberi tahu mbok Jah untuk merahasiakan apa yang terjadi di rumah ini. Mbok jah hanya mengangguk mengerti. Dia paham pekerjaan tuannya sebagai polisi. Pak Anton menelusuri tangga demi tangga. Satrio kemudian menusul dibelakangnya sambil membawa senter. Penerangan di ruangan rahasia ini sudah terputus, maklum sudah 2 Tahun tak digunakan lagi. Barang – barang disana hanya berserakan tak beraturan. Banyak sekali brangkas bank yang sudah dibuka dan tergeletak sembarangan. Satrio hanya menggeleng hukuman apa yang pantas diberikan kepada Danton jika tertangkap nanti. “ Rupanya ruangan ini cukup luas” ujar Pak Anton. Satrio hanya diam terperagah saat menemukan jalan lain keluar dari ruangan gelap ini. “ rasanya kita sudah berjalan cukup jauh pak, dan ini jalan menuju jalan lain?”. Gumamnya. “ Benar, mungkin ini jalan saat dia kabur 2 tahun lalu.” Pak Anton semakin yakin Danton itu memang harus cepat-cepat ditemukan. Lorong ini sangat panjang hingga tak tau tembus dimana. Pak Anton memasangi kamera kecil disalah satu sudut. Agar dengan mudah dapat dideteksi. Pak Anton dan Satrio semakin yakin barang-barang curian itu sudah diangkut ke tempat lain melalui lorong ini. Mereka memutuskan untuk kembali dan mendiskusikan bersama di rumah. Untuk berjalan kembali ke rumah rupanya cukup jauh.
                                                                                         *kiky saky*
Makanan sudah tertata rapi di meja makan. Aku mengusap pilu yang menetes di dahi suamiku. Aku tahu dia sangat lelah hari ini. Semuanya hanya diam membisu. Galau dengan mikirannya masing-masing. Baru kali ini aku ikut serta dalam pekerjaan suamiku. Aku curiga dengan Pak Anton, siapa dia sesunggungnya. Tapi sudahlah yang aku pikirkan yaitu masalah ini cepat terpecahkan sehingga aku dan semuanya bisa kembali ke rumah lamaku. Tidak di sini. Rehan memecahkan suasana. “ Besok aku ingin ke kota, mencari perlengkapan laptopku”. Aku heran juga dengan Rehan, dia gadis yang selalu sibuk dengan laptopnya. Tak pernah lepas dari laptop dan komputer. “ Boleh ya kak,” Rayunya. Aku hanya diam. “ Iya tapi 2 atau 3 hari lagi”, jawab satrio. Rehan hanya menganguk setuju. Satrio melirikku. “ kenapa sayang?” tanyanya cemas. Aku berusaha tersenyum meski pikiranku kalut. “ gak apa-apa kok”. Aku melanjutkan makan dan menyuapi Dika. Setelah itu aku masuk ke kamar tanpa membantu mbok jah cuci piring. Aku masih ingin melanjutkan membaca agenda usang yang ku temukan beberapa hari yang lalu.
Hari ini aku diajak pak danton ke Kota, Akhirnya aku bisa mencium udara luar. Meski dikawal ketat oleh anak buah danton namun aku tetap senang. Rasa senangku rupanya tidak bertahan lama, aku dikurung dalam gudang yang pengap dan gelap. Tapi ini bukan dalam rumah yang aku tinggali selama ini, ini di rumah yang berbeda. Entah dimana. Andai aku bisa menuliskan alamatnya. Pak danton dengan rekan kerjakanya sedang berpinjang serius. Aku berusaha menguping pembicaraan mereka. “ Semua barangku telah aku jual kepadamu, mana uang 2 M yang aku minta”, Kata orang yang aku yakin itu lawan bicara Pak Danton. “ hahaha” pak danton tertawa. “ uang ada di dalam koper ini, dan aku punya bonus khusus untukmu?” Ucap Danton. Aku semakin ketakutan,jangan-jangan aku bonus yang pak Danton maksud. Tuhan selamatkan aku. Tuhan memang memihakku. Aku menemukan lorong yang menjulang ke bawah layaknya gua. Aku berusaha menuruni tangga dan aku menutup lobang itu dengan balok besar semoga mereka tidak menemukan aku. Aku tak tau apa yang akan terjadi saat mereka tahu aku bisa lolos. Aku terus berlari menelusuri lorong itu. Lari dan Berlari hanya itu yang bisa aku lakukan saat itu. Aku bersembunyi di sudut lorong untuk mengatur nafasku yang tersengal. Aku menulis, selalu memenulis setiap hal yang aku alami. Namun kali ini aku tak sanggup untuk menulis lagi, aku akhiri tulisanku.  Aku akan kembalikan buku ini dalam kamarku dan aku akan lolos dari neraka ini sebelum Danton menemukanku. Aku akan mengajak mbok Tantri melarikan diri.  Huft ternyata agenda ini tak ada endingnya dimana Danton berada, tapi syukurlah wanita ini bisa melarikan diri. Bosen juga terus berada di rumah ini. Ingin rasa mencari udara segar. Aku mengajak Dika jalan-jalan dipinggiran desa. Tatanan desa ini masih asri warganya juga ramah-ramah. Aku berpapasran dengan ibu – ibu paruh baya. Dia menyapaku ramah. “Warga baru ya mbah?”. “ Iya, bu. Saya lia. Ibu mau kemana?”. Jawabku mulai mendekatinya. “ibu mau ke ladang, saya Ana.” Kami bersalaman. Aku mengikuti bu Ana berjalan ke Ladang. Melewati jalan berbatu yang masih ditumbuhi ilalang setinggi mata kaki. Bu Ana rupanya membawa tas tak berisi. Dia akan memetik labu di ladangnya.            “ ibu tahu banyak mengenai rumah itu”, Aku menunjuk ke rumah yang aku tempati saat ini. Dika asik bermain mengejar capung yang menempel di ujung daun. Bu Ana hanya diam sesaat. “ Ceritakan saja bu, aku tak akan berubah pikiran untuk meninggalkan rumah itu jika ibu cerita yang sebenarnya. Aku akan terima semua resikonya”. Aku berusaha menyakinkan Bu ana agar aku mendapatkan informasi.        “ Baiklah, aku akan ceritakan”.Bu ana akhirnya mau menceritakan padaku kejadian dimasa silam. Aku dan bu anak duduk diatas rumput. Menghadap hamparan ladang labu yang luas. Aku meletakan alat perekam suara di krah bajuku dengan berpura menggaruk leher.
                                                                                         *kiky saky*
Beberapa tahun silam, rumah Danton hanya rumah kecil yang reyot. Hanya terbuat dari ayaman bambu, sangat memprihatinkan. Namun tiba-tiba banyak sekali tronton yang berdatangan dan membangun rumah semegah sekarang ini. Alhasil semua warga terheran-heran. Apa yang bisa membuat Danton berubah sedratis ini. Warga dikerahkan untuk bekerja dan dengan gaji yang sangat tidak sepadan. Penjajahan rodi rupanya terjadi lagi. Masyarakat kampung dipekerjakan sebagai pembantu di rumah itu. Bu ana sendiri pernah menjadi tukang masak di rumah Danton. Tidak ada satupun  yang berani melaporkan kepada yang berwajib, jika ada salah satu yang tidak patuh maka langsung dibunuh dan mayatnya dibuang. Suatu malam yang gelap, Bu ana dan rekannya menyiapkan makan malam untuk Danton dan kawan-kawanya. Mereka berpesta setelah berhasil membobol perusahanan perak ternama di Ibukota. “ Apa yang kau lakukan disini, cepat kembali ke dapur”, bentak seorang pria dengan kumis tebal menghiasi raut wajahnya yang mengerikkan. Bu ana dan jihan kembali ke kamar, namun jihan mengajak bu ana untuk menguping di balik pintu. Awalnya bu ana ragu, namun demi rasa ingin tahunya yang besar akhirnya mereka berdiri dibalik pintu sambil menempelkan telinga di dinding pintu. “Kita kemanakan barang-barang ini?”Salah satu memulai diskusi. Pak danton mulai bergumam,” masukkan saja di dalam salah satu ruangan di bawah tanah. Pintunya ada dibalik almari”. Peti-peti itu dikeluarkan dari bawah meja makan yang bertaplak panjang. Mereka terpogoh-pogoh memikul peti-peti itu menuruni tangga dibalik almari. Suara percakapan mereka semakin kecil dan tak terdengar lagi, rupanya memang goa bawah tanah itu sangat panjang. Bu ana dan Jihan ikut turun menelusuri lorong kecil. Dengan kaki bergetar mereka terus berjalan. Dibalik lorong-lorong itu banyak sekali ruangan berpintu besi yang terkunci rapat. Jika orang lain yang tidak teliti pasti mengira pintu itu hanya dinding tembok  pelindung dari reruntuhan. Suara Danton dan kawan-kawan semakin dekat. Jihan menarik bu ana untuk bersembunyi disela-sela goa. “Kita harus menahan nafas untuk beberapa menit ini”,biski Jihan pelan. Bu ana hanya menggangguk dengan wajah pucat pasi. Salah satu rekan Danton membuka pintu besi itu dan memasukkan peti satu persatu ke dalam kamar kosong. Saat mereka kembali ke rumah itu, segepoh kunci terjatuh tanpa mereka sadari. Jihan dan Bu ana menemukannya. Malam semakin larut. Jihan berhasil membuka salah satu pintu, ternyata pintu itu menembus toilet. Entah itu toilet mana. Di sini pasti tempat anak buahnya danton keluar masuk. Rumah besar ini dapat dimasuki melalui apa saja dan dimana saja. Di salah satu sudut ruangan ternyata ada kereta beroda. Lorong ini memang sangat panjang tak mungkin hanya dilewati dengan berjalan kaki saja. Ternyata benar ada kereta beroda di dalam sana. Jihan memutuskan untuk keluar melalui pintu yang menembus salah satu toilet, dan bu anak kembali ke rumah danton dengan berbekal segepok kunci. Tepat menjelang subuh aku sampai dipintu geser. Tuhan masih menyertai bu ana hingga dia berhasil tidak dicurigai. Kunci-kunci itu dimasukkan dalam kotak besi di dalam kamar Ine. Yang lebih tepatnya istri danton. Namun ine telah lama tak kembali ke kamarnya. Bu ana merapikan kunci dan agenda ke dalam kotak besi dan menyelipkannya diantara baju-baju ine. Kegusaran terjadi disetiap sudut rumah Danton. Caci maki danton terdengar geram saat mengetahui kuncinya hilang. “ Semua bodoh, apalah artinya tanpa kunci itu”. Danton memukul semua rekannya. Semuanya hanya bisa tertunduk merasa bersalah. “ Pintu-pintu itu sudah tak bisa kita kuasai lagi tanpa kunci itu, dasar bodoh...cepat cari sekarang juga”. danton semakin garang. Anak buahnya tersebar dan menacri segepoh kunci di berbagai sudut. Nihil.
                                                                                         *kiky saky*
Aku menceritakan apa yang diceritakan bu Ana pada Suamiku dan pak Anton. Nampak senyum di wajah pak Anton. Aku mengambil kotak di balik baju-baju dan ku serahkan ke Satrio. “mungkin ini kunci yang bu ana maksud”. Aku menyerahkan segepoh kunci ke tangan suamiku. Suamiku tersenyum bangga atas bantuan yang telah aku lakukan. “ Pak Anton, cepat kesini...?”Panggil rehan mengagetkan. Pak Anton berlari ke arah kamar Rehan. Aku tak mengerti masalah apa yang terjadi pada Rehan. Rehan masih terpaku pada laptopnya. Pak Anton memeriksa tanpa berkedip. Nampaknya kamera yang tempo hari dipasang disalah satu sudut lorong menampakan hasil. Terlihat orang melintasi lorong dengan pakaian serba hitam. Pak anton meyakini bahwa itu suruhan Danton untuk memantau situasi. Aku dan Satrio mengampiri kamar Rehan. “Ini bukan saat yang tepat kita untuk turun”, bisik pak Anton ke telinga suamiku. Aku benar-benar bingung dengan situasi saat ini. Rehan dan Pak Anton ada apa sebenarnya mereka. “Baiklah, pak. Aku mengikuti komando anda”. Ucapa satrio santai. Aku duduk di samping Rehan yang masih asik mengamati layar laptopnya. Satrio dan Pak anton keluar kamar untuk membicarakan sesuatu. Rehan mengangkat telpon.” Hallo, bagaimana keadaan 01?” Tanya Rehan kepada lawan bicaranya. “ Genting, salah satu dari anggota kami telah berhasil menangkap 5 anak buah danton. Polisi telah mengamankanya.” Jelasnya. “oke lanjutkan”. Telepon terputus. Saat meletakan ponsel. Aku melihat nama Jihan tertera dalam layar ponsel Rehan. Aku berusaha membuka memori otakku, sepertinya aku pernah mendengar nama itu. Dimana ya. Benar-benar pusing untuk mengingat semua kejadian yang telah terjadi di sini. Oh ya jihan itu teman bu Ana yang secara diam-diam menyelinap mengikuti anak buah Danton. Dari cerita bu Ana tempo hari memang jihan sosok gadis yang pemberani. Awalnya memang aku cepat berpikir dia bukan sembarangan juru masak dalam keluarga Danton. Rupanya dia teman Rehan. Yang aku curigai saat ini Rehan pastinya bukan sepupu Satrio. Tapi teman kerja satrio yang ikut menemaniku tinggal di sini. Semuanya memang sudah ada skenarionya. Aku hanya mengidentifikasi sendiri masing-masing orang disekitarku. Aku tak ingin bertanya-tanya pada satrio karena pertanyaanku nanti pastinya pertanyaan yang tidak bermutu dan tidak penting. Lebih baik aku diam dan mengikuti skenario suamiku. Rehan terus mengotak atik laptopnya. Aku hanya bisa mengawasinya tanpa banyak bertanya. Aku tak ingin mengganggu konsentrasinya. Rehan memasang headphone. Komputer dan laptopnya saling terhubung dan entah terhubung dengan apa hingga aku bisa melihat gerak gerik pak Anton dan Satrio. Satrio dan Pak Anton rupanya sudah berada dalam lorong itu. Aku ikut melihatnya. Rupanya Rehan tidak mengkhawatirkan aku berada di sampingnya. “ Kak, semoga kau bisa melancarkan tugas kami di sini”. Rehan akhirnya berbicara. Aku tersenyum dan meraih headphone langsung ku pasang di telingaku. Aku langsung duduk di depan komputer. Rehan tersenyum melihatku sangat bersemangat.            “ cek...cek... ayah ini bunda..” Aku mengkode suamiku. “ Apa yang kau lakukan. Nda gak usah ikut campur urusan ayah”. Satrio memarahiku. “ Tak apa kak, kak lia telah tahu semuanya dan aku yakin dia bisa membantuku di sini”. Rehan membelaku. Satrio tersenyum dan terus berjalan menelusuri Lorong. Rupanya lorong itu bercabang. Hanya satrio yang nampak pada layar komputer. Dan pak anton terlihat dalam layar laptop yang berada di hadapan Rehan. Bagiku ini sangat menakjupkan. “Sayang, kamu berjalan lurus terus, sampai ke pintu besi langsung dibuka. Aku yakin ruangan ini yang dilewati bu Ana, beberapa tahun lalu.” Aku mengkomando satrio. Satrio terus menelusuri jalan setapak dengan penerangan senter saja yang diletakan di atas kepala seperti pemburu katak. Satrio meraba setiap dinding goa karena pintu besi itu sudah berlumut dan nyaris tak terlihat. Aku semakin berdebar. Semoga Satrio tidak bertemu orang lain di bawah sana. Di sisi lain pak Anton dalam pantauan Rehan. Pak Anton menelusuri goa yang semakin sempit saja. Aku rasa Goa itu berakhir disuatu ruangan kecil yang dikelilingi besi. Pak Anton mengendap di salah satu sudut. Terdapat cela kecil untuk melihat kaadaan di dalam sana. Pak Anton sangat yakin ini masrkas Danton. Iya benar.  Pak Anton telah menemukannya. Danton sedang bermain remi bersama rekan-rekannya. Pak anton hanya menempelkan satu kamera kecil dicela kecil. Pak Anton Tak bisa berbuat apa-apa dia tidak berkuasa untuk menangkap Danton. “Kita harus menghubungi polisi” Ucapku lantang. “ tunggu dulu kak, kita jangan gegabah”. Rehan menasehatiku. Rupanya danton tak mau kehilangan hartanya sehingga dia membangun rumah sempit di salah satu sudut goa. Aku langsung memberi tahu suamiku. Satrio mengantongi kuncinya kembali di saku jaket kulitnya. Satrio hampir dibuat pingsan oleh salah seseorang rekannya. Jihan dengan memakai celana jins dan jakit kulit hitam mengampiri Satrio. “ semua pintu keluar lorong telah aku kepung, aku telah mengerahkan polisi dari mana-mana”. Ucap jihan lantang. “ Bagus”.Ucap Satrio. Aku tersenyum kecil ternyata jihan telah bergerak lebih dulu untuk menghubungi polisi. Jihan  salah satu anggota polwan yang menyamar menjadi tukang masak dalam keluarga Danton. Aku sangat menyukai gayanya yang anggun namun tetap tegas. Satrio dan jihan berbalik arah dan menusul Pak Anton. Aku semakin berdebar apa yang akan terjadi jika mereka ketahuan salah satu anak buah Danton. Rasa cemasku benar-benar terjadi. Pak Anton terlihat oleh anak buah Danton. “ Keadaan bahaya” teriak salah satu ana buah danton. Danton langsung keluar. “ Lawan dia”. Teriak danton. Terjadilah perkelahian antara Pak Anton dan Beberapa anak buah Danton. Tak ku sangka ternyata pak Anton sangat gesit dalam menangkis lawan. Ku pikir memang dia jago dalam pencak silat. Dua anak buah Danton telah terkapar tak bertenaga. Pak Anton sangat lega. Dia menarik napas panjang belum sempat menhembuskan dari belakang dia dipukul dengan balok kayu yang cukup besar hingga membuatnya pusing. Aku langsung berdiri dari atas kursi. Aku tak sanggup melihat adegan ini. Pak anton terkapar dan kepalanya penuh darah. Untung satrio dan Jihan datang tepat waktu. Satrio menembakan pistolnya ke atas sebagai tanda peringatan. Danton berusaha lari namun dengan gesit satrio menembaknya hingga luka di kaki Danton. Polisi-polisi telah berdatangan dan membrogol danton. Jihan menolong pak Anton dan membawa keluar dari goa itu. Ternyata Goa itu menembus jalan raya yang ada di ibukota jakarta. Sungguh tak ku sangkah sebelumnya. Polisi mengamankan barang curian yang berada di setiap sudut goa. Bila ditafsir jumlahnya mungkin Triliuanan. Kejahatan itu akhirnya terungkap sudah. Aku lega, akhirnya aku bisa kembali hidup normal di rumah lamaku. Rehan yang dikenalkan oleh suamiku sebagai sepupunya ternyata mahasiswa Kriminologi dari Universitas Indonesia yang sedang menyelesaikan skripsinya. Pak Anton yang Terakhir ini bekerja sebagai sopir pribadi di keluargaku ternyata seorang intel. Mbok jah ya tetap Mbok jah yang selalu membantuku mengurus Dika anakku. Inilah yang aku alami selama tinggal di rumah megah yang ku sebut rumah bangsawan selama 2 bulan terakhir ini.

NB.
Konfliknya kurang menarik dan kurang memanas...
By hakiki chandra wardani

0 komentar:

Posting Komentar

 

Journey of Life Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang