Aku sudah biasa menapaki krikil-krikil yang bertebaran di jalanan, menyapu kringat dengan punggung tangan dan mengusap debu yang menempel pada pipiku. Aku sudah biasa itu. Keluar masuk angkutan umum, berdesalan dan bergelayutan mencari pegangan itu hal yang tak asing lagi untukku. Berpura-pura tidur di bus umum karena tak punya ongkos lagi itu sering kali menjadi pilihanku. Saat itu yang kumiliki itu selalu cukup dan aku harus pintar membaginya untuk semua kebutuhanku. Ketika itu Aku hidup merantau sendiri, ya aku tak lagi bersama Mamah. Apalagi Papah, sejak Kecil Papah meninggalkan aku dan Mamah tuk selamanya.
Saat itu kondisi ekonomi keluarga semakin memburuk. Mamah terpaksa harus bekerja untuk menghidupi aku dan dirinya. Mamah bukan tipe wanita yang rapuh mudah mengadu kepada orang tua atau meminta belas kasih. Mamah wanita yang tegar. Aku sangat mengagumi Mamah. Mamah juga tak ada niat untuk menikah lagi. Padahal Mamah itu cantik, elok dan mempesona untuk pria dewasa. Mamah menyayangiku dan tak ingin ada orang lain menggantikan Papah di hati Mamah.