Sumber gambar di sini |
Aku dinikahi laki-laki itu adalah
kebahagiaan yang sulit aku ungkapkan secara detail. Aku mengaguminya sejak awal
memulai pendidikan di Universitas. Dia laki-laki yang bertutur kata halus,
tingkah laku yang sopan, tatapan mata yang menyejukkan, dan dia sangat tampan.
Diam-diam aku mencintainya. Aku ingin memilikinya lebih dari seorang sahabat.
Tapi aku tak berani untuk mengungkapkan secara langsung, nyaliku tak seberani
teman-temanku yang terus mengejarnya. Aku hanya mengagumi dalam diam.
Hingga lulus Universitas aku
masih menyimpan perasaan itu dengan rapi. Dia tak tahu. Dia tetap memperlakukan
aku seperti dia memperlakukan teman-temannya. Akupun sebaliknya.
Yang membuatku terus
menyembunyikan perasaan ini karena aku takut kehilangan sosoknya yang selalu
menemaniku. Aku takut jika nanti aku mengungkapkan, dia akan menjauh dan merasa
risih dengan perasaanku untuknya. Aku tak menginginkan itu terjadi.
Setelah kami diwisuda aku merasa
ada yang mengganjal tapi sulit diungkapkan.
Kekhawatiran yang mendalam.
Aku akan kehilangan hari-hari
bersamanya.
“Yeah aku sudah tidak satu
Universitas dengannya, kami akan melanjutkan hidup masing-masing dan memiliki
lingkungan baru, itu artinya aku akan kehilangan dia di hariku” Batinku
bergejolak.
Seminggu telah berlalu dari kami
diwisuda, aku masih menunggu ijazah keluar dan menghabiskan waktu di rumah. Aku
sangat kesepian. Pikiranku banyak digunakan untuk memikirkan dia daripada
memikirkan pekerjaan yang nanti akan aku jadikan hobby. Ini sangat membuatku
murung dan tak melakukan apa-apa.
Aku sangat merindukan tawanya,
tatapannya, ceritanya dan semuanya yang ada pada dirinya.
Kurasa aku telah melakukan
kebodohan besar dalam hidupku. Aku terus menyembunyikan dan ketakutan dengan
apa yang belum tentu terjadi.
“Semua belum terlambat” Batinku
mulai semangat.
Aku meraih ponsel dan
menelponnya. Kami mengobrol sepanjang malam bercerita rencana ke depan,
membicarakan masa-masa di Universitas dan tertawa. Kami sangat menikmati
obrolan kami malam itu.
Tak kuduga, malam-malam
berikutnya dia menelponku lagi dan lagi. Kami tak pernah kehabisan bahan
pembicaraan. Selalu saja ada topik yang memperlama obrolan kami. Aku suka itu.
Aku bahagia. Akupun bisa merasakan hal yang sama dari suaranya, tawanya dan
nada bicaranya di seberang sana.
Suatu waktu dia mengunjungiku,
kami memang tinggal di beda Pulau. Aku di Bandung dan dia di Manado. Tentu saja
aku sangat menanti-nanti pertemukan kami itu. Aku sangat tak sabar melihat dia
lagi. Rinduku akan terobati.
Hari yang kunanti tiba, aku
menjemputnya di Bandara. Aku berdiri di ruang penjemputan dengan mengangkat kertas
bertulisan “ROY FAHRUL ANTONI”. Mungkin orang yang melihatku juga merasakan
kebahagiaanku. Ujung bibir kutarik lebar-lebar memamerkan gigi putihku. Aku
mengenakan pakaian yang menurutku membuatku cantik. Memakai parfum setengah
botol. Aku ingin tampil menarik di matanya.
Mataku berbinar ketika melihat
tubuhnya yang kekar, mengenakan kemeja berwarna merah marun, celana kain hitam,
dan menarik koper. Dia tersenyum yang selalu aku rindukan ke arahku. Aku
membalas senyumnya. Tangan kirinya menyembunyikan sesuatu dibalik punggungnya.
Masih dengan tersenyum dia menyapaku.
“Rani, apa kabar? Kamu masih saja
imut-imut ya” Dia masih suka becanda seperti masa di Universitas.
Aku mencupit perutnya. Parfumnya
masih sama seperti dulu. Mataku melirik kepergelangan tangannya, aku tersenyum
manis. Dia masih mengenakan gelang persahabatan kami.
“ Ini buat kamu” Roy menyodorkan
sekotak coklat dan setangkai mawar. Itu bukan Hari Valentine seperti anak muda
lakukan untuk berbagi coklat dan mawar. Dia memang selalu memberiku coklat di
saat pergi bersama, tapi kalau setangkai mawar baru kali pertama aku mendapatkan
darinya.
Wajahku seketika memerah. Dia
menggodaku dengan jail.
Kami menuju kafe dan menghabiskan
sepanjang hari meminum teh dan mengobrol. Aku suka mendengarkan dan diapun
sebaliknya. Kami sama-sama suka bercerita dan mendengarkan. Aku menemukan kenyamanan
yang tak pernah aku dapat dari laki-laki lain. Aku benar-benar jatuh cinta
dengan laki-laki itu. Jatuh cinta yang melibatkan perasaan dan logikaku.
***
Aku sangat bahagia ketika dia
memutuskan bekerja di Bandung dan menetap di Bandung. Hal itu membuat kami
semakin dekat. Lagi-lagi aku bahagia yang tiada tara, dia mengatakan lebih dulu
jika dia mencintaiku dan ingin menikahiku.
Seperti kebiasaan kami selalu
menyempatkan meminum teh bersama dan saling mendengarkan. Tertawa dan tertawa
lagi. Kami memang konyol selalu mengulur waktu untuk lebih lama bersama. Namun
kami bahagia melakukan itu.
Kami telah resmi menikah.
Laki-laki yang kukagumi diam-diam telah resmi menjadi suamiku dan sekarang dia
berbaring di sisiku. Memelukku dengan lembut. Hempusan nafasnya terasa mengenai
pipiku. Aku mencium keningnya.
“Aku akan terus ada di sampingmu
apapun yang terjadi” Batinku berjanji.
Rumah kami selalu hangat. Dia
memang laki-laki yang mempesona. Dia tetap memperlakukan aku penuh dengan
kelembutan dan menenangkan. Aku luar biasa bahagia berada di sisinya.
Setiap pagi aku selalu
membangunkan dia dan mempersiapkan semua kebutuhannya sendirian. Aku tak suka
jika di rumah kami ada asisten rumah tangga meski sekarang kami sudah memiliki
satu balita perempuan. Aku lebih memilih cuti sementara dari kantor yang
memperkerjakan aku. Aku tak ingin kehilangan moment bersama satu balitaku dan
laki-laki itu (suamiku).
Suamiku selalu mengatakan enak
saat menikmati masakkanku. Meski sebelumnya aku sama sekali tak pernah
melakukan pekerjaan itu. Aku mencoba belajar sebisanya untuk membuat makanan
sehat untuk keluargaku.
Suamiku selalu mengerjakan apa
saja yang sekiranya bisa dia kerjakan untuk meringankan pekerjaanku di rumah.
Dia juga tak segan-segan membersihkan popok bayi dan menggendongnya saat balita
kami menangis di larut malam dan aku sangat kelelahan. Aku tahu jika diapun
sama lelahnya karena pekerjaan kantornya.
***
10 tahun usia pernikahan kami dan
suamiku tetap memperlakukan aku seperti 10 tahun lalu. Dia tetap menenangkan
dan mempesona. Aku mulai bekerja lagi. Aku tak ingin membebani suamiku untuk
kebutuhan yang semakin bertambah. Suamiku tak menolak dan dia mendukungku.
“Sayang, sepertinya aku mau
bekerja lagi” Ucapku suatu pagi.
Dia menelan makanannya dan
berkata penuh dengan kelembutan dan sangat membuatku sangat terayomi, “aku
akan mendukung keputusanmu itu sayang, pesanku kamu tidak boleh lupa akan
tanggung jawab menjadi ibu dan istri”. Dia meremas tanganku dan lagi-lagi
senyumnya itu membuatku semakin jatuh cinta.
“Terima kasih sayang, aku akan
tetap berusaha menjadi Ibu yang baik untuk Seyla dan Reyhan, juga istri yang baik untuk kamu sayang”. Aku mencubit
tangannya manja.
Seperti biasa suamiku mengantar
anak-anak ke sekolah dan aku mendaftar pekerjaan yang sudah bertahun-tahun aku
tinggalkan demi keluarga kecilku. Kini aku bisa melakukan pekerjaan itu lagi
tanpa terbebani apapun.
Aku menjalani kehidupanku dengan
normal, merawat anak, mengurus suami, menjadi ibu rumah tangga dan juga bekerja
di perusahaan air minum terbesar di Indonesia.
***
Setelah sekian waktu berjalan,
aku merasa kesulitan membagi waktuku bertemu suamiku. Kelelahanku bertambah
setelah aku bekerja di luar dan di rumah. Aku selalu tidur lebih awal dan tak bertemu suamiku sementara paginya
suamiku bergegas ke kantor dan akupun juga begitu. Aku merasa kehilangan banyak
waktu untuk bermesraan dengan suamiku. Bersama anak-anak aku masih punya cukup
waktu dan itu tidak masalah.
Malam itu aku menunggu suamiku
dan menahan kantukku yang luar biasa. Sampai jam berapapun suamiku pulang aku
menunggunya seperti malam yang sudah-sudah. Entah malam ini mengapa terasa
begitu larut dan panjang. Aku tak tahan menahan mataku untuk tidak terpejam. Tapi
aku terus mencoba membuka mataku lebar-lebar.
Suamiku membuka pintu dan aku
langsung memeluknya. Aku melihat raut wajah keheranan di keremanggan.
“Aku sangat merindukanmu” Ucapku.
“Aku juga sangat merindukanmu,
kamu kelihatan lelah tidurlah dulu, aku mau mandi” Dia mencium keningku dan
membimbingku ke kamar tidur kami lalu menyelimuti tubuhku. Kemudian dia
bersih-bersih diri.
Aku sudah sangat lelah dan tanpa
menunggu lama mataku sudah terpejam. Sekilas aku menemukan titik kerinduan yang
mendalam disudut matanya tapi dia tetap tenang dan tersenyum.
Malam-malam berikutnya berlalu
begitu saja dan sama saja. Aku terlalu lelah dan dia terlalu larut saat pulang.
Kami melupakan keinginan-keinginan sebagai suami istri. Aku merasa sangat bersalah
tidak dapat memenuhi keinginannya yang tak pernah dia ungkapkan karena dia melihatku
sudah cukup lelah. Dia selalu membiarkan aku tidur lebih dulu.
“Roy, kenapa kamu nggak bangunin
aku saat kamu pulang? Kenapa membiarkan aku tidur?” Tiba-tiba amarahku
meledak-ledak.
Dia hanya tersenyum dan menarik
tanganku. Tubuhku jatuh di badannya. Air mataku mengalir. Dia mengelus rambutku
masih dengan diam.
“Roy,,,,”
“Iya, sayang”
“Kenapa kamu sebegitunya, kita
sudah menikah lebih dari 10 tahun kenapa kamu masih saja malu untuk
mengungkapkan”
Suamiku memelukku erat, “Aku
memcintaimu dan aku tak ingin membuatmu lebih lelah”
Sudah kuduga suamiku pasti tak
ingin membebaniku untuk memenuhi kewajibanku. Dia terus menjaga perasaanku dan
tak ingin menyakitiku. Aku bilang dia laki-laki yang sangat berhati-hati.
Bahkan dia menolak ajakkanku
karena menurutnya aku terlalu lelah dan butuh istirahat.
***
Pernikahanku tak seharmonis dulu,
kami sering bertengkar dari hal kecil yang biasanya hanyalah lelucon. Aku
sering sekali terpancing emosi dan merasa tersinggung.
“Sayang, 3 hari aku meeting di
Jakarta jaga anak-anak baik-baik ya”
Aku hanya diam dan mengangguk
saja. Setelah suamiku dipromosikan naik jabatan dia semakin sering beralasan
keluar kota. Pikiranku semakin mengira-ira.
“ah tidak, suamiku tak mungkin
mencari kesenangan di luar sana” aku menenangkan diri sendiri.
“Iya sayang, hati-hati ya,
setelah urusan selesai langsung pulang ya. Aku pasti akan sangat merindukanmu”.
Aku semakin terbiasa dengan
ijinnya untuk bermalam di kota lain, aku memaklumi dengan jabatannya sekarang.
Aku tetap menyiapkan apa saja yang dia perlukan. Aku mengantarnya ke Bandara
dan aku terus menelponnya sepanjang hari.
Jauh darinya kini menjadi hal
yang biasa. Tapi dia mengabaikan telponku bukanlah hal yang biasa dia lakukan.
Aku mulai khawatir. Aku mulai memarahi dan mengomelinya.
“Kamu kemana aja si sayang, aku
menelponmu pagi tadi dan kenapa baru menghubungiku larut malam begini” makiku.
“Maaf sehari tadi aku ketemu
teman lamaku dan dia ngajak jalan. Aku lupa bawa ponsel” Nadanya masih tenang.
Aku tak bisa menerima alasannya,
aku terus memarahinya dan memakinya. Aku merasa telah dibohongi. Entah mengapa
aku lebih memilih mendengarkan pikiranku
ketika itu.
“Nggak usah hubungi aku sajalah,
buang ponselmu jauh-jauh” Aku mematikan ponsel dan meninggalkan di bawah
bantal. Dia terus menghubungiku tapi aku abaikan.
Aku masih sangat marah dengannya,
bahkan saat dia pulang akupun tak menyambutnya. Sikapku berubah dingin.
“Aku nggak akan membuat kamu
mengerti aku, tapi aku mencoba mengerti posisimu” Ucapnya suatu malam. Aku
masih tidur membelakanginya. Dia memelukku dari belakang.
***
Suamiku semakin sering berpergian
keluar kota, bahkan sampai berminggu-minggu. Itu sangat membuatku geram dan
suka mengumpat. Aku sangat membencinya. Iya aku membencinya dan tak lagi
mempercayainya.
Saat suamiku berpamitan akan
pergi dengan alasan yang sama seperti sebelumnya, diam-diam aku mengikutinya.
Aku terpaksa melakukan itu agar aku tahu sendiri apa yang dilakukan suamiku
diluar sana. Jika dia tahu aku melakukan itu, dia pasti akan sangat terluka
karena aku tak lagi mempercayainya.
Dia laki-laki yang mempesona dan
tenang, tapi ada satu hal yang selalu
membuatku jengkel yaitu ketika dia terlalu sungkan untuk mengatakan apa saja
yang dia rasakan dan terlalu berat untuk membaginya denganku.
Aku mengikuti langkahnya menuju
sebuah rumah yan terletak tak jauh dari Bandara. Dia menyeret kopernya seorang
diri. Pintu rumah itu terbuka dan ada seorang perempuan berambut lurus sebahu
memeluknya dan mencium pipinya mesra. Hatiku bergetar emosiku memuncak. Ingin
rasanya berlari dan menampar wanita itu. Lagi-lagi aku berusaha menahan diri.
Suamiku masuk ke dalam rumah itu
dan aku tak tahu lagi apa yang terjadi berikutnya. Aku mencoba menghubunginya
dan dia abaikan. Aku sangat cemburu dan benar-benar aku mulai membenci
laki-laki itu yang kini masih menjadi suamiku.
“Diam-diam kamu berselingkuh”
Hari berikutnya aku mengitai
rumah itu, dan aku menemukan tawa dan senyum laki-lakiku yang lama aku
rindukan. Akhir-akhir ini selama bersamaku tak pernah aku melihatnya sebahagia
ini. Pikiranku semakin mengira-ira jika memang benar suamiku telah berkhianat.
Aku memutuskan tak melanjutkan
pengintaianku dan memilih pulang. Dadaku sangat sesak dan masih tak percaya
laki-laki yang sangat menenangkan itu berselingkuh dengan wanita lain yang kini
telah buncit. Perempuan itu hamil.
Sempat aku memotretnya dan
menyimpannya hingga laki-laki itu pulang. Semoga dia tetap tahu dimana dia
harus pulang.
***
“Sudah cukup jelas, sekarang aku
mau kita cerai” Ucapan yang seumur hidupku tak ingin aku ucapkan kini keluar
lantang dari mulutku. Sangat lantang sampai membuat wajah suamiku tertekun
dengan ekspresi serius.
“apa yang terjadi sampai kamu
meminta cerai” Dia mencoba menenangkan aku.
“Nggak usah sok bego dan sok
nggak tau apa-apa, aku nggak buta, aku nggak tuli, aku nggak ingin
terus-menerus kamu bohongi” Aku melempar selembar foto yang sempat aku remas ke
wajahnya.
Suamiku mengambilnya dan
melihatnya penuh keseriusan. Wajahnya tidak kaget dan tidak merasa bersalah.
Membuatku semakin yakin aku tepat mengambil keputusan itu.
“Syukurlah kamu mengerti sebelum
aku ceritakan” Ucapnya pelan.
“Oh kamu mau cerita setelah
perempuan itu bunting dan untuk mengakui anak itu kamu perlu persetujuan
dariku. Semuanya terlambat dan aku akan minta cerai. Silahkan menikmati istri
mudamu” Aku berlari ke kamar dengan uraian air mata.
“Sayang aku bisa jelaskan
semuanya, ini bukan seperti yang kamu lihat” Suamiku masih dengan ketenangkan
mencegahku.
Aku tak memperdulikan dia. Untuk
pertama kalinya aku tak ingin mendengarkan dia. Tak ingin melihatnya.
Aku mengemasi barang-barangku dan
juga barang anak-anak. Dengan dua koper aku meninggalkan rumah. Suamiku
memegang tanganku kuat-kuat.
“Tolong jangan pergi dari sini,
jika memang kamu tak ingin melihatku biarkan aku yang pergi”Ucapnya.
Aku masih diam ketika melihat
suamiku sudah menenteng satu koper. Dia pasti akan pergi kerumah istri mudanya
jadi tak masalah jika dia pergi dari sini. Sementara jika dia membiarkan aku
pergi akan membuat dia kelihatan menelantarkan aku dan anak-anak kami. Itu
sangat membuat dia tidak oke lagi. Aku tak lagi meronta.
“ Kamu nggak lihat kedua anak
kita yang masih polos”
Aku melirik Seyla dan Reyhan yang
menangis sesegukkan. Oh Tuhan aku sudah melakukan kesalahan besar membiarkan
mereka menyaksikan kami bertengkar.
“Aku harap kamu bisa mendengarkan
perasaanmu bukan pikiranmu, hubungi aku jika kamu sudah bisa mendengarkan
perasaanmu” Dia melangkah meninggalkanku setelah mencium dan memeluk Seyla dan
Reyhan.
Air mataku tumpah. Aku memeluk
Seyla dan Reyhan dan menciumi bergantian.
***
Rasa cemburu itu sudah membuatku
melupakan semua kebaikan, kenangan dan kebersamaan bersama laki-laki itu. Aku
benar-benar ingin melupakan laki-laki itu. Aku sangat terluka dan kecewa.
Tatapan laki-laki itu memenuhi pikiranku kemudian kutepis jauh-jauh. Itu
hanyalah masa lalu yang harus aku lupakan. Dia telah menghianatiku, melukaiku
dan tak jujur. Kesalahan yang sama sekali tak bisa aku ampuni.
Apa mungkin dulu memang dia bukan
untukku, tiba-tiba rasa sesal itu menghantuiku. Seharusnya aku tetap diam dan
terus mencintainya daripada aku mengungkapkan dan kini aku patah hati yang
teramat dalam. Aku tak lagi bisa mempercayainya. Tanpa kepercayaan cinta ini
semakin redup.
“Ma, Papa kok nggak pulang-pulang
si?” Tanya Seyla suatu malam. Dia terlihat sangat kehilangan Papanya. Sepanjang
hari mereka suka menghabiskan waktu bermain di ruang tamu.
“Sabar ya sayang, Papa lagi
dinas” Aku mencoba menenangkan meski aku tahu Roy tak akan kembali ke rumah
ini.
Aku semakin merasa bersalah
ketika Reyhan sangat murung sepanjang hari dan tak mau makan. Bahkan saat tidur
dia terus mengigau dan menyebut nama Papanya.
Aku benar-benar Stress. Mengapa
ini terjadi? Mengapa harus laki-lakiku yang tergoda dengan perempuan itu.
Lagi-lagi kebencian itu muncul
ketika aku menyebut perempuan itu. Aku tak akan mengingat mereka yang mungkin
sekarang ini sedang bahagia dengan canda dan tawanya. Duduk berdua saling
mengelus perut perempuan itu....
“aaaaaaakkkkkhhhhhhhhhhhhhhh”
Teriakku garang.
Dua bulan aku tak menghubungi
suamiku, suamiku menghubungi rumah dan selalu anak-anak yang mengangkatnya.
Mereka sangat bahagia setelah menerima telepon itu. Aku sangat merasakan betapa
mereka sangat merindukan Papanya.
Apa aku memutuskan berdamai saja
dan menerima?
Tidak, aku tak akan mungkin membiarkan dia
mendapatkan semuanya yang dia mau sementara aku menderita. Lagi-lagi aku
membesarkan egoku dan melukai anak-anakku.
“Ma, apa yang harus aku lakukan?
Aku benar-benar nggak sanggup menerima ini semua. Aku sangat mencintainya dan
mengapa dia melukaiku?” Aku menangis dipangguan Mamaku.
Mama mengelus-elus rambutku.
“Sebaiknya kamu dengarkan dia dulu, jangan langsung percaya dengan apa yang
kamu liat”. Mama membujukku untuk mendengarkan dia dan setidaknya aku
berinisiatif untuk menelpon.
Perasaan cinta yang mendalam
kemudian dikhianati itu benar-benar membuatku sulit melupakan kejadian itu dan
aku sangat membenci suami. Aku tak ingin mendengarkan dia karena aku yakin
dengan pikiranku aku akan terluka.
“Dia laki-laki yang menenurut
Mama baik dan tidak mungkin mengkhianatimu”. Mama masih saja memujinya. Aku
hanya diam.
“Coba kamu ingat betapa dia
menyayangi kamu, mencintai kamu dan memperlakukan kamu dengan sangat baik dan
hormat. Bukannya dia laki-laki yang dapat dipercaya dan tak mungkin melukaimu?”
Aku hanya diam dan seolah telingaku tuli.
***
Berbulan-bulan sudah aku menutup
mataku, telingaku dan pikiranku untuk tak mendengarkan dia lagi. Tepatnya aku terlalu takut dia semakin
melukaiku sehingga memilih untuk itu. Iya aku sangat merasa terluka dan tak
ingin membuatnya lebih dalam. Aku mencoba memulai hidup baru meski semuanya tak
muda. Aku terlalu mencintainya. Sisi lain aku ingin mulai membencinya.
Anakku sakit dan aku tetap
bersikukuh untuk tidak melibatkan dia. Aku bisa mengurus anakku sendiri.
Entahlah mengapa aku begitu tega membiarkan dia jauh dari anak-anak. Apa
mungkin aku terlalu membesarkan egoku sehingga anak-anakku juga merasakan
dampaknya.
“Mamaaaa, Seyla kangen Papa,
Seyla mau ketemu Papa” Seyla terus menangis dan badannya panas. Aku terus
menenangkan dan membuat alasan agar mereka tak lagi mencemaskan Papanya.
“Maaaaaaaaaa, Mamaaaa di tivi ada
Papa” Reyhan berteriak dari ruang Tivi dengan histeris. Awalnya aku tak
memperdulikan tapi ah aku memelupakan gengsiku, aku melihat di Tivi toh tidak
masalah.
Aku berlari menuju ruang Tivi
yang kemudian diikuti Seyla yang badannya masih panas tapi sangat berambisi.
Mataku melotot tajam saat
laki-lakiku bersama perempuan itu yang pernah kulihat serta kakak laki-laki
suamiku muncul di infotaiment.
Dewi Kirana yang sekarang telah
melahirkan anak pertamanya dari pernikahan diam-diam bersama pengusaha asal
Manado telah muncul kembali setelah berbulan-bulan mengasingkan diri.
Pengusaha yang ternyata mengorupi
sejumlah aset perusahaan ternama di negeri ini telah ditangkap dan mendiami
rutan di Manado. Dewi Kirana sangat terpukul. Untung saja ada laki-laki yang
setia menemaninya sampai pasca melahirkan. Laki-laki itu tidak lain tidak bukan
adik dari suaminya.
Kakiku lemas. Aku mencari posisi untuk duduk
menenangkan diri. Apa aku tak salah dengar. Ah biasanya Infotaiment bulsit
semata.
Aku mencoba mengabaikan meski
sebenarnya aku khawatir, iya aku sangat mengkhawatirkan laki-lakiku juga
terlibat kasus kakaknya.
Aku meraih ponsel dan
menelponnya. Lama dia mengangkat telponku.
Hatiku semakin berdebar-debar.
“Haloo,sayang, lama sudah
kutunggu akhirnya menelpon juga. Bagaimana kabarmu dan anak-anak? Aku rindu”
Seperti tidak ada kesempatan bicara dia langsung berbicara panjang.
Suara itu benar-benar aku
rindukan meski aku menepisnya jauh-jauh ketika itu. Kini es yang menempel di
tubuhku terasa meleleh.
“Baik, anak-anak juga baik hanya
beberapa kali mereka panas bergantian. Kamu apa kabar?, maafkan aku tidak
mendengarkan kamu waktu itu?”. Aku berharap suamiku memaafkanku yang terlalu
egois dan mencari bahagia sendiri.
“Aku baik-baik saja sayang, aku
sudah memaafkanmu jauh sebelum kamu minta maaf. Apa kamu sudah mendengarkan
perasaanmu dan memintaku pulang karena kamu juga merindukanku”. Laki-lakiku
menggodaku yang membuatku merasa malu dan memerah.
Aku masih malu mengakui
perasaanku.
“Aku pengin kamu cepat pulang”
“Baik sayang, aku akan pulang”
Sehari setelah aku menelponnya
suamiku telah berdiri di depan pintu. Aku dan anak-anak menyambutnya dengan
suka cita. Aku memeluknya erat seakan tak ingin melepaskan lagi. Dia membalas pelukkanku
penuh dengan ketenangan yang selama ini hilang.
Aku membiarkan dia duduk dan
menikmati teh manis dan kue kacang kesukaannya. Aku mendengarkan dia dengan
seksama. Penjelasan yang sudah lama dia ingin bicarakan tapi aku selalu menolak
untuk mendengarkannya kini aku perhatikan kata-demi-kata seperti biasanya. Dia
terlihat sangat lega dan dipancaran matanya sangat terlihat bahagia. Aku bersyukur
telah menemukan titik kebahagiaan lagi di matanya.
Aku memang terlalu egois dan
keras kepala. Aku selalu tak mau mendengarkan.
“ Maaf jika selama ini aku
membohongimu, karena aku belum menemukan waktu yang tepat untuk menyampaikan
itu, hingga kamu akhirnya tahu . . . “
Aku menutup bibirnya dengan jari
telunjukku. Aku memeluknya. “ Aku yang salah, kenapa aku nggak memberimu
kesempatan bicara”
Seketika itu air mata kami
tumpah. Kami saling memeluk dengan kerinduaan yang mendalam. Dia tetap laki-laki
yang mempesona, dia laki-laki yang bisa membuatku nyaman, dia memiliki banyak
peran penting dihidupku tapi saat dia melakukan satu kebohongan aku
sangat-sangat membencinya. Kurasa aku memang salah telah melakukan itu.
Keegoisanku membuatku menutup
telingaku untuk mendengarkan serta hatiku tak lagi bisa melihat kebaikkannya
keseluruhan dan mengorbankan anak-anakku. Oh Tuhan mengapa aku bisa sebegitu
teganya dengan orang-orang yang aku kasihi.
You should be a part of a contest for one of the highest quality websites on the internet.
BalasHapusI'm going to highly recommend this blog!
Here is my blog post - http://www.ass-augsburg-ev.de/hier-finden-sie-einen-nuetzlichen-trick-fuer-das-spiel
Kerenn ky..
BalasHapusIni ciptaan sendiri atau gmana??
:)
Hana : makasih... iya ciptaan sendiri. kalo karya orang lain pasti aku cantumkan link. menghargai si pengarang ;)
BalasHapusNice blog here! Also your web site loads up fast!
BalasHapusWhat web host are you using? Can I get your affiliate link to
your host? I wish my site loaded up as quickly
as yours lol
Feel free to surf to my weblog ... electronic slots
We are a gaggle of volunteers and starting a new scheme in
BalasHapusour community. Your site provided us with useful info to work on.
You've performed a formidable task and our entire community shall be thankful to you.
my blog post: www.startaid.com
Panjang amat kak.. hehehe :13
BalasHapusNeat blog! Is your theme custom made or did you download it from somewhere?
BalasHapusA theme like yours with a few simple tweeks would really make my blog shine.
Please let me know where you got your theme. Many thanks
Feel free to visit my web-site :: book of ra tricks cheats
cemburu itu baik tandanya sayang tapi terlalu berlebihan malah bisa berakibat buruk seperti putus atau lainnya.
BalasHapus