Aku
memandangi diriku dibalik kaca. Tubuh memalku terlihat anggun mengenakan dress
merah marun dengan ikat pinggang kecil melingkari pinggulku. Bahu dan pinggul
terlihat langsing mengenakan dress pilihan Doni.
Aku
mengoleskan bush on peach ke kedua pipiku, menebali bibirku dengan lispstik
merah terang. Sempurna.
Doni
menjemputku dengan mobil picantonya yang belum lama dia beli. Jantungku
berdebar cukup cepat membuatku susah mengatur nafas. Ini pertama kalinya Doni
mengajakku makan malam bersama teman-temannya. Tanggannya terus menggandeng
tanganku seperti ibu menggandeng anaknya saat bepergian di pasar.
Aku
saling bertegur sapa dengan teman-teman sekolah s2-nya. Ini malam perpisahan
setelah beberapa bulan kemarin mereka di wisuda. Garis wajahnya terlihat jelas
dan senyum dibibirnya semakin lebar. Aku senang melihatnya.
Setelah
cukup lama mengobrol dan menghabiskan banyak snack, tiba-tiba datang gadis
bertubuh langsing, matanya bulat menyala, bibirnya tipis dan rambutnya
dibiarkan panjang terurai. Aku mencermati detail tubuhnya. Sepertinya aku
pernah mengenali perempuan itu, tapi siapa dan dimana.
Dia
menyalamiku dan menyebutkan namaku pelan. “Dela
ya, salam kenal” Ucapnya. Aku berusaha tersenyum dan memamerkan wajah
ramahku.
Nggak
salah lagi, perempuan ini yang menggoda kekasihku. Dia yang suka mencuri-curi kesempatan
dan bersembunyi dibalik tubuhnya. Dia perempuan yang membuat Doni tertawa-tawa
tanpa beban di salah satu tempat makananala jepang. Perempuan itu teman kuliah S2-nya.
Aku
memukulkan sendok dan garpu cukup keras saat mencoba mengambil stick panas dari
wadahnya. Rasanya pengin aku lempar ke wajahnya yang oriental dengan kawat gigi
menghiasai giginya. Eneg.
“Pelan-pelan sayang” Bisik Doni tepat di
telingaku. Perempuan ini menyulap situasi menjadi asing untukku dan membuat aku
pengin cepat-cepat pergi dari tempat panas ini. Doni sangat nggak peka dengan
suhu tubuhku yang mulai mendidih, dia tetap mengobrol dengan perempuan itu dan
salah satu laki-laki bertubuh gempal dan berkumis tipis seperti anjing laut.
Aku
menguap panjang saat sampai di mobil Doni dan nggak sabar pengin cepat-cepat
sampai kamar dan tidur pulas. Doni membiarkan aku diam sambil mendengarkan
alunan musik pelan.
@@@@
Sore
ini hujan turun cukup deras. Aku membatalkan pengiriman pesanan online
langgananku ke JNE. Aku menyeduh kopi dan menikmatinya di balik jendela. Aku
sangat merindukan Roni. Tak terasa air mataku menetes.
Ponselku
berbunyi.
Aku
masih tetap memandangi jendela dan tak memperdulikan ponselku.
“Haloo” Doni tiba-tiba udah berada di
aparteman dan tanpa basa-basi mengangkat telepon untukku.
“Halo... Halo” Rupanya orang yang
menelponku terdiam saat mengetahui ponselku di pegang Doni. Darahku mengalir
dan detak jantungku mendadak terpacu cepat.
“Coba sini kasihkan aku” Aku mencoba meraih
ponselnya. Doni bersikukuh mengangkat telpon dan menyalakan speaker.
“Halo” akhirnya dia menjawab.
“Ini siapa? Gue calon suami Dela” Ucap Doni tegas.
Beberapa
menit diam. “Gue Roni dan cewek lo yang
merayuku duluan dan saat ini aku mencintainya” Ucapnya kemudian.
Mata
Doni melotot ke arahku. Jantungku seperti berhenti berdetak untuk beberapa
detik. Aku meraih ponsel dan mematikan telepon.
“Ih dasar orang usil” Aku mengomel dan memaki-maki
orang yang aku anggap usil itu. Doni percaya. Aku menghela nafas lega.
“Ujannya udah reda, aku mau ke JNE
dulu ya” Aku
berusaha menghindari Doni.
Doni
menatapku. “Kenapa akhir-akhir ini kamu
bukan seperti Dela yang kukenal” Ucapnya.
“Ah masa si sayang, aku tetap Dela
kamu” Aku
memeluknya. Doni membalas pelukkanku.
“I love you” Bisiknya.
Doni
jongkok di depanku dan membuka kotak silver berisi cincin dengan mata satu
menghiasai salah satu sisi cincinnya. Aku kaget.
“Will you merry me?” Ucap Doni malu-malu sambil
mencium punggung tanganku. Lidahku mendadak terkena strok dan susah sekali
digerakkan. Setelah sekian lama aku menunggu pernikahan dan hari inilah aku
dilamar kekasihku, Doni.
Seharusnya
aku bahagia. Seharusnya aku loncat dan berteriak bahagia. Ia itu hanya
seharusnya. Faktanya aku ingin menangis sekerasnya.
Aku
mengangguk dan tersenyum. Senyum yang terlihat sangat dipaksakan. Doni
memasukkan cincinnya ke jari manisku. “Pas” ujarnya puas.
@@@@
Bunda
dan kakak perempuanku mendatangiku. Mereka membantu persiapan pernikahanku
bersama Doni. Rencananya aku dan Doni melangsungkan akad nikah terlebih dulu
kemudian setelah mengambil cuti kerja bersama kami melangsungkan resepsi dan
bulan madu seminggu setelah akad.
Aku
menyiapkan sendiri mulai dari pakaian, souvenir, desain undangan, dekorasi
bahkan sampai menu makanan. Aku tak mau semua terlihat biasa saja.
Dalam
batinku sedang berperang melawan isi hati dan pikiran. Aku ragu-ragu dengan
pernikahanku. Sejujurnya aku masih mencintai Roni, laki-laki yang tak sengaja
mengisi hatiku dalam waktu yang sangat singkat.
“Selamat ya nak, akhirnya kamu
dilamar juga”
Ledek ibu dengan senyumnya sedikit genit.
“Saat bunda akan menikah apa bunda bahagai” Tanyaku polos.
Sepertinya
bunda kebingungan dengan pertanyaanku. “Tentu
dong, seperti yang kamu rasakan hari ini” Ucap bunda.
“Aku memang bahagia bun, tapi rasanya
ada sesuatu yang hilang dan itu rasanya
sakit banget”
Aku mencoba jujur.
“ Maksudmu kamu
nggak cinta Doni lagi. Apa kamu ragu-ragu sama perasaanmu setelah 7 tahun
menantikan pernikahan dan saatnya tiba kamu meragu” Ibu mulai paham isi pikiranku.
Aku diam dan menunduk. “Bersatunya cinta bukan dilihat dari lamanya
membangun suatu hubungan tetapi seberapa besar cinta yang membuatmu nyaman di
sampingnya tanpa mengenal waktu”. Perkataan Bunda membuatku memikirkan
keputusanku kembali.
“Bun, aku
pinjem mobil kakak ya”
Aku meraih kunci yang tergeletak di meja tamu dan bergegas pergi tanpa melihat
respon bunda yang terlihat kebingungan.
Aku semakin yakin untuk mengatakan
kalau aku jatuh cinta dengan Roni. Sebelum kesempatanku hilang setidaknya aku
pernah mengatakannya. Aku memacu gas lebih cepat. Jarak rumah bunda ke rumah
Roni hanya 30 menit saja.
Sebelum aku memarkirkan mobil aku
melihat Roni keluar dari balik gerbang besinya. Senyumku ceria dan segera
membuka pintu dan mengampirinya. Roni hanya diam tanpa berekspresi, mungkin dia
masih nggak yakin kalau aku berdiri di depannya. Setelah beberapa bulan aku
menghindarinya.
“Hai” senyumku melebar. Roni
tersenyum.
Aku hampir saja memeluknya. Kakiku
tiba-tiba terhenti saat cewe berpostur tubuh lebih pendek dariku, mengenakan
mini dress coklat dan rambutnya yang ikal dikucir kuda keluar dari balik
gerbang dan menatapku bingung.
“Ah pasti
Si-sil, Sisilya ya”
Aku mencoba tetap memamerkan senyum lebarku. Cewek itu mengangguk dan masih
belum ramah menatapku.
Aku membalikkan tubuhku dan menatap
ke atas, semoga air mataku nggak tumpah. Aku mengambil undangan pernikahanku di
dalam tas. Cukup lama dan mata-mata itu melihatku semakin membuatku kesulitan
mencari undangan itu.
“Teret..., lusa
aku menikah lho”
aku menodorkan undangan ke arah Roni yang masih menatapku. Roni menyambutnya
tanpa tersenyum. Tuhan, situasi ini benar-benar membuatku salah tingkah.
“Ron, kamu eh
lo dateng ya bareng sama lo juga ya sil” Ucapku kemudian. Aku langsung
kembali ke mobilku. Aku membalikkan tumbuhku sebentar, “Oia, kalian sangat serasi” Suaraku sangat nggak oke dan
terdengar seperti terisak.
Aku memundurkan mobilku, Roni
menatapku tanpa berkedip sementara Sisil memelototi Roni. Aku ingin cepat-cepat
meninggalkan rumah mereka. Entah mengapa aku jadi kesulitan menyetir.
Air mataku tumpah setelah
meninggalkan rumah mereka. Isak tangisku keluar lepas. Ini sangat menyakitkan
lebih dari yang kemarin. Rasanya ingin mati saja.
@@@@
Aku siap dengan gaun pengantin putih
berpayet silver hasil desainku sendiri di kamar pengantin. Mataku sangat sembab
membuat periasnya kewalahan membuatku terlihat cantik. Sinta terus menghiburku
dan meyakinkan aku. Hari ini akad nikahku dengan Doni laki-laki pujaanku yang
selalu aku pertahankan. Tetapi entah perasaan apa yang kini mengganduli
pikiranku dan membuat mood-ku sangat buruk. Di hari bahagiaku sedikitpun aku
nggak bisa tersenyum.
Inilah kenyataan yang harus aku
hadapi, mencoba membalas perselingkuhannya dan aku terjebak dalam cinta yang sangat menusuk hati.
Doni tersenyum sumringah saat akan
mengucapkan janji suci dihadapan Tuhan dan tamu undangan. Wajahku masih belum
bisa rileks untuk tersenyum.
“Dela gugup
banget mungkin dia sangat berdebar-debar” Ucapan itu terdengar pelan di kupingku.
Rupanya para tamu belum bisa menebak suasana hatiku.
Seluruh tamu undangan yang hanya
terdiri dari 20 orang diam dan berkonsentrasi mendengarkan pernyataan kami.
“Tungguuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu” Aku menoleh dan mataku
seperti akan keluar saat aku melihat Rony dengan kemeja garis warna hitam dan
celana kain hitam berlari mendekatiku.
“Aku mencintai
Dela, dan Dela juga mencintaiku” Ucapnya lantang membuat para tamu asik berbisik-bisik
dan tercengang.
“Dasar Brengsek” Doni menonjok wajah Roni.
Roni terjatuh dan hidungnya mimisan. Aku mendekati Roni.
“kamu udah Gila” Ucapku sambil menatapnya iba.
Doni menatapku, “Kamu kenal dia” ucap Doni sambil menunjuk Roni yang masih
tersungkur di lantai.
“Iya, aku
pernah mencintainya, dan kamu juga berselingkuh dengan perempuan itu kan” Aku menunjuk perempuan teman
kuliah Doni yang juga hadir di akad nikah kami tanpa rasa malu.
“Aku
berpura-pura buta dan melupakan perselingkuhanmu dengan perempuan itu dan aku
berteman dengan dia sampai akhirnya aku jatuh cinta”.
Doni menatapku penuh amarah dan aku
berlari meninggalkan kerumunan orang yang seharusnya menyaksikan janji suci
kebahagiaanku dan Doni. Pernikahan yang aku nantikan resmi batal.
Air mataku kembali terbuang sia-sia. Roni
mengejarku dan meraih tanganku. Aku tak berani menatapnya.
“ I Love You,
Dela”
Ucapnya penuh harap. Mata Roni terlihat memerah dan suaranya hampir hilang.
“Sayang sekali,
aku nggak percaya kata-kata itu lagi” Aku melepaskan pegangannya dan mengusap air mataku. Aku
berlari meninggalkan Roni.
“Aku akan terus
mengejarmu, Del karena aku yakin kamu memiliki perasaan yang sama kayak aku”
Teriak Roni.
Cinta yang mampu membuatku bertahan untuk
terus berada di sisinya dan tanpa cinta semuanya akan kembali rapuh. Hanya
cinta yang mampu menutup lukaku dan ketika cinta itu pergi, luka itu kembali
menganggah dan tak akan pernah bisa kering. Semua karena cinta, kalau bukan
cinta lalu apa?????
@@ END
@@
0 komentar:
Posting Komentar