Selasa, 28 Februari 2012

Saat Aku Kehilangan



Aku sudah biasa menapaki krikil-krikil yang bertebaran di jalanan, menyapu kringat dengan punggung tangan dan mengusap debu yang menempel pada pipiku. Aku sudah biasa itu. Keluar masuk angkutan umum, berdesalan dan bergelayutan mencari pegangan itu hal yang tak asing lagi untukku. Berpura-pura tidur di bus umum karena tak punya ongkos lagi itu sering kali menjadi pilihanku. Saat itu yang kumiliki itu selalu cukup dan aku harus pintar membaginya untuk semua kebutuhanku. Ketika itu Aku hidup merantau sendiri, ya aku tak lagi bersama Mamah. Apalagi Papah, sejak Kecil Papah meninggalkan aku dan Mamah tuk selamanya.



Saat itu kondisi ekonomi keluarga semakin memburuk. Mamah terpaksa harus bekerja untuk menghidupi aku dan dirinya. Mamah bukan tipe wanita yang rapuh mudah mengadu kepada orang tua atau meminta belas kasih. Mamah wanita yang tegar. Aku sangat mengagumi Mamah. Mamah juga tak ada niat untuk menikah lagi. Padahal Mamah itu cantik, elok dan mempesona untuk pria dewasa. Mamah menyayangiku dan tak ingin ada orang lain menggantikan Papah di hati Mamah.



Sebisa mungkin aku ikut membantu Mamah untuk mengais sepercik rejeki. Aku tak malu untuk ikut turun di pasar untuk menarik uang kredit langganan Mamah. Itu yang aku dapat menjadi jatahku selama jauh dari Mamah. Sebenernya aku tak ingin jauh dari Mamah, aku ingin selalu dekat dengan Mamah selalu bisa memandangi Mamah sepuas mataku, memeluk badannya yang sedikit berlemak, memijat kakinya saat Mamah letih. Namun keadaan selalu memaksa untuk kami berpisah, aku bertemu Mamah hanya seminggu sekali terkadang 2 minggu sekali. Aku sangat rindu akan kasih sayangnya. Aku sangat ingin dipeluk Mamah, karena hanya Mamah yang kupunya saat itu. Ku ulang hanya Mamah yang kupunya di dunia ini.



Mamah selalu mengajariku untuk selalu bersyukur dengan segala yang kumiliki, berusaha sabar menghadapi semua cobaan karena dibalik semua cobaan pasti ada rencana yang Indah dari Tuhan, selalu mengusahakan  memakai pikiran sebelum bertindak dan banyak sekali yang Mamah ajarkan untukku. Aku sangat bangga memiliki Mamah, aku ingin sekeras hati untuk membahagiakan Mamah, aku janji akan menjadi anak yang pintar buat Mamah. Saat itu yang kulakukan semua hanya untuk Mamah Bangga. Tak ada yang lebih penting kecuali Mamah bisa tersenyum menunjukan paras ayunya. Aku tak akan membiarkan Mamah bekerja lagi mengeluarkan keringat demi sesuap nasi, demi pendidikanku.



Mamah menyambutku di ambang pintu, memelukku dan mengelus rambutku penuh kasih. Air matanya mengucur pelan melalui celah-celah matanya yang indah.

 "Akhirnya Kita bisa bersama lagi" ucap Mamah. Rasa rinduku terobati sudah, lega dan tenang bercampur jadi satu. Aku bahagia banget akhirnya aku tinggal satu atap bersama Mamah di sebuah kontakan kecil.

"Aku gak mau Mamah pergi lagi" Ucapku sambil trs memperelat pelukkanku.

" iya Nak, Mamah sudah memiliki toko kecil-kecilan di sini, kamu bisa bersekolah di dekat sini naik sepeda itu". Mamah memegangi wajahku dan mencium kedua pipiku. Terlihat rindu yang mendalam di dalam dirinya. Mamah sangat merindukanku, akupun lebih merasakan rindu itu. Aku girang dan mencoba menaiki sepeda ontel impianku. Berwarna kuning metalik sangat menawan.


Pagi ini tak seperti pagi kemarin, pagi ini mengitu indah. Tak harus letih mencari warung yang sudah buka untuk menyantap sarapan. Kini sarapan sudah tertata rapi di meja makan dengan harumnya yang lezat, tak sabar aku menikmati itu semua bersama Mamah. Mamah jago masak, setiap masakannya selalu lezat dan ingin terus melahapnya meski perut telah membuncit.


 "Dah kangen banget makan masakan Mamah lagi" Ucapku sambil mengunyah renyahnya tempe goreng dan saur lodeh. Mamah tersenyum, sangat cantik.

"Makan yang banyak ya". Mamah terus makan di depanku. Tak henti aku mensyukuri kebersamaan ini. Rasanya ingin setiap pagi, siang dan malam lewati hari bersama Mamah. Membahagiakan mamah dengan prestasi-prestasiku. Aku yakin tak ada yang lebih membuat Mamah bahagia kecuali keberhasilanku. Mamah sangat baik mendidikku dan mengurusku meski tanpa Papah. Andai Papah ada disekitar kami juga pasti lengkap kebahagiaanku ini. Sudahlah, Tuhan telah mengambil Papah. Semoga Papah selalu diberi tempat terindah di alam sana. Amien.



Ini Hari ketujuh aku tinggal bersama Mamah, setiap pulang sekolah Mamah selalu menyambutku di ambang pintu. Selalu kucium punggung tangannya dan Mamah memelukku lalu menawarkan masakannya yang enak. Rasa bahagia tak sanggup kuucapkan lagi. Hari ini aku pulang membawa selembar kertas yang tertulis angka 100 di sudut kanan atas. Aku ingin menunjukan pada Mamah kalo aku sukses ulangan hari ini, akupun akan terus menunjukan yang terbaik untuk Mamah. Aku memegang gagang pintu mengintip ruangan yang sangat sunyi. Mamah tak seperti biasanya gak  dirumah seperti kali ini. Mamah kemana???. Aku membuka kamarku, membuka kamar Mamah, kamar mandi, dapur tak juga kutemukan Mamah.


"Maaaammaahhhhhhh........". Tiba-tiba aku lemas. Aku di duduk kursi kayu tempat biasa aku dan Mamah duduk sambil bercerita, tertawa bersama dan minum teh anget manis kesukaan Mamah. Tiba-tiba pintu dibuka, wajah Parjo sangat panik dan seperti ada sesuatu yang gak beres  terjadi. "Mamah kamu masuk rumah sakit". Seperti kesambar petir mendengar suara Parjo tetanggaku. Mamahmu masuk rumah sakit?. setauku Mamah tak sakit apapun. Parjo membawaku dengan motor bututnya menemui Mamah. Hatiku gelisah dan khawatir akan terjadi apa-apa dengan Mamah.


Mamah berbaring di kasur serba putih dengan selang-selang yang menghubungkan dirinya pada suatu alat. Mamah tersenyum melihatku. Aku tak percaya jika Mamah harus menginap di rumah sakit untuk beberapa hari. Aku melangkah pelan ke arah Mamah, tak terasa air mataku keluar. Aku menangis. Mamah memelukku dengan infus di tangannya. Mengelus rambutku.


"Maaf ya, Mamah gak pernah cerita kalau Mamah sakit yang lumayan serius". Aku hanya bisa bisu. Mamah masih sangat muda untuk menanggung semua ini.

"Nanti kamu pulang aja sama Mas Parjo, biar Mamah sendiri di sini". Aku masih memeluk tubuh Mamah, rasanya aku tak ingin melepasnya.


 "Aku tetap disini Mah, aku gak mau Mamah sendirian". Mamah tersenyum dan menyuruhku makan dengan nasi rames yang dibeli Parjo di depan.

Mamah terus memandangiku sembrani tersenyum. Wajahnya pucat dan ada kantong coklat di bawah wajahnya. Mengapa aku tak peka dengan kesehatan Mamah. Mengapa aku tak tahu jika Mamah  sakit serius. Rasanya ingin menyalahkan diri sendiri jika terjadi sesuatu dengan Mamah.


Kini Hari-hariku dan Mamah hanya di rumah sakit, hampir 2 minggu aku berangkat sekolah dari rumah sakit dan pulang lagi ke rumah sakit. Rumah sakit itu seperti rumah kami saat itu. Aku berusaha mengurus semuanya sendiri tanpa harus merepotkan orang lain. Memenuhi atministrasi dan menebus obat. Uang Mamah kini semakin menipis. Kata Mamah, aku tak perlu mengeluh dengan keluarga besar Mamah dan Papah, Mamah masih sanggup membiayai ini sendiri. Sungguh aku semakin salut dengan Mamah.



Mamah semakin kurus, tulang pipinya saja terlihat jelas, jari-jarinya yang lentik terasa lemas saat menyentuh wajahku. Sepanjang malam aku bercerita dengan Mamah. Aku tersenyum dan kembali mendengarkan cerita Mamah. Aku bergantian bercerita selama tak tinggal bersama Mamah, semua kuceritakan konyol, sedih, bahagia semuanya aku ceritakan. Mamah memperhatikan penuh kasih. Ingin rasanya Mamah sehat kembali dan berjalan-jalan mengelilingi kota demi kota. Saling mencubit dan tertawa bersama. Aku rindu akan itu.



Masih kuingat jelas kata-kata Mamah terakhir sebelum paginya Mamah tak bangun untuk selamanya. "Lakukan semuanya demi Tuhan,ingat kita hidup karena Tuhan dan kita Kembali kepada Tuhan. jangan lakukan untuk Mamah saja. Mamah yakin kamu anak yang pintar membawa diri, jaga diri baik-baik ya meski Mamah tak ada nanti Mamah selalu ada di hati kamu". Tergambar jelas Mamah mengatakan itu padaku saat aku mulai mengantuk dan akhirnya tertidur di atas perutnya. Mamah mengelusku dan Saat aku terbangun Mamah sudah tak bernafas lagi. Nadinya bener-benar berhenti.


"Maaaaaammaaaaaaaaaaaaaaaahhhhhhhh". Tangisku tak dapat terbendung lagi. Semua orang memandangiku dan berusaha menenangkan aku. Saat itu aku benar-benar hancur, bingung, entah badai apa yang telah meremukkan hatiku. Aku sangat kehilangan sosok bidadari hatiku. Aku kehilangan orang yang paling aku cintai. Aku kehilangan untuk kedua kalinya. Aku hancur.

Kain putih itu membungkus Mamah untuk selamanya dan meninggalkan aku sendiri di dunia ini. Dalam mulutku selalu mengucap doa,berdizkir dan menyebut nama Tuhan. Jaga Mamah dan Papah di alam sana. Meski aku hancur terpuruk dan hampir patah semangat aku mencoba untuk bangkit dan semangat. Menata hidup baru tuk buktikan pada Mamah dan Papah kalau aku bisa menjadi yang terbaik meski tak nomor satu.


Aku melihat Mamah tuk terakhir kali dalam balutan kain putih dan siap di timbun dalam tanah. Ini seperti mimpi. Baru kemarin kebahagiaan itu hadir, kini aku harus sendiri lagi tanpa Mamah. Mungkin aku sudah biasa namun rasa sesak di dada ini tak akan mudah untuk dilalui. aku kehilangan penopang hidup. Aku kehilangan belai kasihnya. Aku kehilangan kata-kata nasehatnya. aku kehilangan pelukkan hangatnya. Tak lagi bisa menikmati masakan lezatnya. Tak lagi aku bercerita sepanjang malam menghabiskan secangkir teh manis dan kue kering. Semua tinggal kenangan yang tak mungkin sanggup kulupakan. Aku mengusap air mata yang tak henti mengalir. Aku berusaha menguatkan diriku.



Aku mengemasi barang-barangku, sambil mengenang disetiap sudut ruangan kebersamaan bersama Mamah. Air mataku kembali mengalir. Kini aku meninggalkan rumah itu. Rumah itu kembali kosong tanpaku dan tanpa Mamah.Tak henti aku memandangi rumah sederhana itu saat aku mulai melangka pergi. Semua kenangan itu sangat Indah.....


I love Mom.

8 komentar:

  1. waaaaah sediiiih... T.T

    ceritanya masih gantung ada sambungan nya kah.. ?? bahasa yg di pakai bahasa umum jadi enak di baca.. cuma saran paragraf nya lebih di perhatikan ya..

    BalasHapus
  2. Paragraf nya kepanjangan non!!!

    Tapi ceritanya mengharukan..
    #Hiikkss!! *Lap ingus*

    BalasHapus
  3. Uzay @ wah lum kepikiran sambungannya cuma kisa sosok anak yang kehilangan mamahnya aja

    mksh sarannya ya uzay n hana siap ngedit dech...

    BalasHapus
  4. Waduh jadi sedih baca ceritanya. Baru sebentar bersama mamahnya, harus di tinggal pergi lagi.

    BalasHapus
  5. beneran sampe terharu baca tulisan ini.
    semoga mamahnya kiki bahagia ya disana, selalu berdoalah untuknya.
    dia selalu ada, suatu saat nanti pasti akan berjumpa lagi.. :)

    BalasHapus
  6. Yitno@ maksh ya dah luangin waktu buat baca...

    Herry@ mksh dah baca ya,, ne hanya cerpen aja kok bukan pengalaman pribadi...

    BalasHapus
  7. terharu, sedih ceritanya kalo harus kehilangan orang terdekat :(
    duh sampe berkaca kaca berbeling beling nih mata :D

    BalasHapus
  8. Published in AOMagz!
    http://aomagz.blogspot.com/2012/10/saat-aku-kehilangan.html

    BalasHapus

 

Journey of Life Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang