Rabu, 16 November 2011

Cerpen {Sahabatku Yang menikah dengan suamiku}


Aku hanya mampu mengurung diri di sudut kamar dengan tangan yang selalu mencambak-cambak rambut panjangku yang ikal. Aku selalu menyakiti diriku sendiri. Sejak perceraian itu menimpaku, aku tak mampu berdiri pada pijakanku. Aku kehilangan keseimbangan dalam roda kehidupanku. Aku seakan tertampar hebat saat kedua buah hatiku harus dibawa oleh mas Surya. Ya, itu sangat membuatku hancur dua kali. Sangat. 


“ Mas, tolong jangan bawa anak-anak, biarkan mereka tetap di rumah ini” Isakku saat Mas Surya mengampiriku. Aku memeluk erat boneka kesayangan Rasya di atas ranjang kami berdua dulu. Ranjang yang mulanya menjadi tempat pertemuan kami, menghapus rindu dan penenang hati. Kini terasa asing untuk Mas Surya. Sudah beberapa bulan ia meninggalkanku. Membiarkan aku tidur bertiga dengan kedua anak-anakku. Kini...hanya aku sendiri. Semua telah terampas dari hidupku. Aku pupus harapan. Tak ada lagi yang dapat kuharapkan dalam hidupku. Tak ada lagi rengek manja mereka. Tak ada lagi tawa mereka. Aku benar-benar sendiri. 

“ Mereka lebih pantas ikut aku, mereka akan mendapatkan pendidikan yang layak” Ucap Mas Surya tanpa menatapku. Tak terasa tulang pipiku basah. 

“ Tolong mengerti aku mas, mereka anak-anakku. Aku yang melahirkan mereka, tolong jangan ambil mereka dariku”. Aku bangkit dan memegang tangannya yang mengapal. 

Mas Surya menatapku iba. “ Kamu bisa setiap waktu yang kamu mau untuk menjenguk anak-anak”. 

Aku hanya terdiam. Mas Surya memang orang yang sangat keras kepala. Keinginannya tak dapat dicegah. Aku pasrah. 

Kini aku hanya bisa meratapi segala keruetan dalam hidupku. Isak tangisku tak terbendung lagi.

Bayangan anak-anakku meninggalkanku dengan  linang airmata yang masih  terngiang di otakku. “ mamaaaa...maaaamaamaama”

Aku kembali meremas boneka kecil kesayangan Rasya. Isak tangisku semakin menjadi. Berusaha kumenguatkan pelik hidupku namun sia-sia. Aku tak memiliki daya untuk bangkit kembali. Aku butuh waktu untuk sendiri mengembalikan kehidupanku yang normal. Kurasa sampai kapanpun aku tak akan kembali kekehidupan normalku sebelum Rangga dan Rasya kembali di rumah ini bersamaku. 

“ Ken, kamu pasti bisa menjalani hidup ini tanpa anak-anakmu sementara, kamu harus berjuang lagi demi hak asuh anak-anakmu. Kamu harus bangkit “ Tanti sahabatku selalu menasehatiku. Aku kembali berpikir. Apa gunaku berdiam diri disudut kamar tanpa tindakan. Toh, anak-anakku tak mungkin kembali kepelukkanku. Aku tersenyum menatap Tanti. “ Kurasa kamu benar, Ti, aku akan membawa kepengadilan atas hak asuh anak-anakku”. 

Pagi ini aku kembali menjalankan aktifitasku menjadi sekertaris diperusahaan swasta setelah  kurang lebih seminggu aku mendekam di kamarku tanpa daya. Aku disambut rekan kerjaku, mereka mensuportku. Ternyata kabar perceraianku dengan mas Surya telah menyebar keseluruh kantor. 

Sebenarnya masa sulit yang kuhadapi ketika aku harus menghadapi pertanyaan-pertanyaan dari rekan kerjaku atau masyarakat yang saling menggunjingku. Itulah sebabnya aku tak siap untuk kembali kekehidupanku. Aku lebih memilih mendekam dalam kamar dan menangisi kehancuran keluarga kecilku. Suamiku menceraikan aku.

Aku duduk menyelesaikan tugas kantorku yang menumpuk. Sedikit membantuku melupakan masalah pribadiku yang pelik. Aku mulai berkonsentrasi ke dalam pekerjaanku. 

“ Bu, maaf bukannya saya lancang atau ingin ikut campur, sebaiknya ibu segera mengurus hak asuh anak-anak ibu ke pengadilan”, Ucap Martin ketika mengantarkan secangkir kopi untukku. Martin memang salah satu sahabatku di kantor. 

“ Tak usah sok formal gitu dech, iya aku pasti akan mengurusnya cepat, dukung aku ya”, aku kembali ceria meski banyak sekali beban yang membebani pundakku. 

“ Iya, tapi tak enak jika didengar rekan kerja yang lain. Kita harus profesional” Ucap Martin serius. Aku hanya tersenyum kembali sibuk dengan layar komputer dihadapanku. 

Setelah jam makan siang, aku ingin kepada Bosku untuk menyelesaikan masalahku dengan Mas Surya. Memang perceraianku sudah clear sejak 1 bulan lalu, namun aku mempermasalahkan anak-anakku yang sebenarnya jatuh ke tanganku. 

Aku membanting sentir mengarah ke kompleks perumahan mantan mertuaku tinggal. Aku sangat yakin Mas Surya dan anak-anak masih tinggal bersama Beliau. Aku tak sabar ingin bertemu anak-anak. Aku sangat rindu dengan canda tawa mereka. Aku menambah kecepatan laju mobil yaris berwarna silver yang kutumpangi. 

Rupanya Mama Rihana sedang di halaman memotong rumput taman sambil bernyanyi pelan. “ Mama, apa kabar?” Aku memang sangat akrab dengan mama Rihana. Mama memelukku erat.

“ Baik sayang, kamu apa kabar? Mama gak mau lihat anak mama sedih, ayo masuk” Mama memegang bahuku dan mengajak masuk ke ruang tamu. Kehangatan mantu dan menantu sangat nyata adanya membuatku menyayangkan mengapa aku bercerai dengan Mas Surya. 

“ Sudah lama kamu tak kesini, mama kangen kamu Niken, kangen masakanmu yang enak juga”. Mama mulai mengajakku ngobrol. Aku menyembunyikan kesedihanku. “ iya Maa, dari kemarin banyak meeting di kantor. Kapan-kapan boleh juga Niken masakin ma, oia ma Mas Surya dan anak-anak mana??” Pertanyaanku rupanya membuat Mama mengerutkan dahi. “  dua minggu lalu mama bertengkar dengan surya dan mama menyuruhnya pergi, maaf mama belum cerita. Dia sudah menikah lagi dan mama tak setuju dengan keputusannya itu” . Aku benar-benar seperti disambar petir. Tenyata memang pihak ketiga yang menghancurkan rumahtanggaku dengan mas Surya. Keinginanku untuk merebut anak-anak semakin kuat dihatiku.  “ Mama punya alamat rumah Mas Surya yang baru, Niken kangen sama anak-anak” Kini aku tak mampu lagi menyembunyikan kegelisahanku. Mama menyodorkan kertas kearahku. Tanpa membuang waktu aku pamit dan langsung menuju ke alamat rumah baru Mas Surya. 

Semakin penasaran siapakah yang telah mencerai beraikan rumahtanggaku dengan mas Surya. Beraninya perempuan itu dengan cepat telah dinikahi mas Surya tanpa memperdulikan aku. 

Aku nyaris pingsan saat yang membukaan pintu bergaya Itali itu sahabatku ketika SMA, sahabatku banget yang tau kisah cintaku bersama Mas Surya jaman SMA dulu. Dengan balutan dress panjang dan perut membuncit cukup besar. Aku tak mungkin salah ketuk pintu. Apakah Diana sahabatku yang menjadi istri mas Surya sekarang??

“mamaaa...mamaaa...” Rangga dan Rasya berlari mengampiriku. Aku memeluknya erat. “ Mama kangen Rangga sama Rasya” Air mataku tak terbendung. “ Mama, Rasya pengin ikut mama pulang. Mama gak mau tinggal sama Papa” Ucap Rasya polos. “Iya sayang nanti Mama bawa kalian pulang”. Aku memeluk anak-anakku kembali. “ Rasya Rangga Kedalem dulu ya Mama mau ngomong sama Mama Niken” Ucap Diana Pelan. Hati seperti disayat-sayat, mas Surya dengan cepatnya tela memberikan mama baru untuk Anak-anakku. Anak-anakku memang masih kecil dan polos selagi orang itu baik kepadanya pasti anak-anak akan gampang sekali menurut. Aku tak memiliki kata-kata lagi untuk menggambarkan kesedihan ini. Sahabatku tega merebut suamiku. Merebut kebahagianku yang belum lama terukir.

“ Maafkan aku Ken... Aku dan mas Surya telah menghianati kamu. Aku telah mengandung anak ini sebelum kami menikah. Ini kesalahan kami” Diana mengelus perut buncitnya.  Aku hanya diam dengan airmata yang bercucuran. Aku telah habis kata. Aku tak sanggup  berkata lagi. Ternyata mas Surya berselingkuh dengan wanita lain terlebih itu sahabatku. Mas surya telah menghianati cintaku dan menghancurkan angan-angan indah yang dulu selalu dibanggakan. Telah memisahkan orangtua Rangga dan Rasya. Malang sekali nasib anak-anakku tak memiliki orang tua yang utuh. Maafkan Mama nak...

Emosiku semakin memuncak, entah energi apa yang merasuki diriku hingga aku tega menampar Diana. “ Ini tak seberapa dengan apa yang aku rasakan, kamu telah merebut suamiku dan anak-anakku”

Diana terisak...

“Apa ini yang kamu sebut persahabatan” Emosiku semakin memuncak

“ Cukuuupp Niken...Jangan cacimaki Diana, ini semua salahku” Mas Surya membantu Diana berdiri dari lututku. 

“ Mas, aku akan membawa anak-anak pulang. Tolong jangan pernah lagi temui anak-anakku, Urus anak kamu yang ada dalam perut Diana. Cukup sampai disini kamu menyiksaku”, Aku masuk dan menggendong Rasya dan Rangga ke Mobil. 

Mas surya tersunggur di Tanah, terlihat penyesalan dalam raut wajahnya. 

Aku menyetir lebih kencang dengan anak-anak di sampingku. Kini aku lebih kuat menghadapi pelik hidupku. Hanya Rangga dan Rasya yang mampu menguatkanku, membuatku tersenyum dan bersemangat. 

Kini aku tak mampu lagi mengerti dan menelaah apa itu arti sahabat. Aku benar-benar muak dengan Mas Surya. Aku benci janji-janji manis yang bulsyit.

Aku akan buktikan jika aku kuat dan sanggup membesarkan Rangga dan Rasya sendiri. Mereka buah hati yang kelak akan menjadi kebanggaanku. 

Aku akan mengubur semua kenangan indah bersama Mas Surya. Meskipun dada ini sangat sesak aku berusaha tetap kuat. Mungkin ini memang jalan yang telah kupilih dan harus kulalui. Aku berharap diujung jalan yang kutempuh ini ada seburat cahaya yang dapat menuntunku ke arah senja yang indah. Kini aku hidup menjadi single parents dengan kedua anak-anakku yang lucu.

2 komentar:

  1. kok "pelipis mataku basah" ki? -___- pelipis bukannya diatas mata, ya?

    BalasHapus
  2. oh iya ya hehehehe salah berarti...#jdi malu
    mksih koreksinya ya hehehe
    aku ganti tulang pipi dech

    BalasHapus

 

Journey of Life Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang