“ Ini anakku, namanya Tina” Mama mengenalkan aku
kepada teman lamanya. Tante Sita cantik
dan terlihat muda, tapi gak ada yang melebih Cantik mamaku. Aku kembali duduk
di samping Mama sambil memegangi Dress merah marun yang dikenakan Mama. Tante
Sita memandangiku dengan kening berkerut.
“ Jeng, pasti kamu melihat ada yang lain dengan anak
gadisku ini, tidak masalah. Aku tak terlalu mengambil hati apa komentar
seseorang mengenai anak Gadisku ini” Mama selalu peka dengan tatapan yang
ditujukan ke arahku.
Tante Sita tersenyum manis ke arahku dan menatap Mama iba.
Aku memang susah sekali menangkap
komunikasih dari seseorang kecuali Mama. Membuatku memilih untuk diam.
Aku mampu mendengar dengan baik, akupun
dapat melihat dengan jelas tetapi aku tak dapat berbicara dengan jelas. Aku tak
memiliki pertubuhan seperti mereka anak seusiaku.
Aku anak pertama dari Mama, tetapi Mama memperlakukan aku
seperti anak bontot. Mama selalu mengajakku pergi, selalu mengantarkan aku
sekolah dan menemaniku bermain kala di rumah.
Terkadang aku jerah dan malu dengan sikap Mama yang selalu
memanjakanku.
Sikap Mama yang selalu lebih memperhatikan aku membuat
kedua saudaraku Rio dan Angel suka mengerjai aku saat Papa dan Mama pergi.
Terlebih jika teman-teman Rio dan Angel maen ke rumah, aku sering sekali menjadi bahan tertawaan mereka. Disuruh-suruh sesuka mereka. Mereka sama sekali tak menghargai aku. Padahal aku pemilik rumah. Kakak dari Rio dan Angel adikku yang memang terlahir mejadi anak yang normal.
Aku hanya bisa menangis dan mengurung diri di kamar . Mbok
Ijah yang selalu menemaniku.
Setelah Mama dan Tante Sita selesai berbincang Mama
mengajakku jalan-jalan. Mama membelikan aku alat lukis yang baru. Mama sangat
mendukung kesukaanku itu. Aku hanya bisa melukis. Tak ada kemampuan lain yang
kumiliki. Oleh sebab itu Mama selalu mengembangkan bakatku dalam hal lukis.
Sesekali Mama mengajakku bergabung dengan anak-anak sesuai
aku yang memiliki keterbatasaan sepertiku.
Membuatku merasa tak sendiri. masih banyak orang yang memiliki keterbatasaan sepertiku. Bahkan membuatku bersyukur karena aku memiliki Mama yang mau menerimaku.
Semenjak
aku menyelesaikan pendidikanku di Sekolah Luar Biasa, aku jarang sekali
bergabung dengan teman-temanku. Aku lebih sering menghabiskan waktu di rumah
bersama Mbok ijah.
Dan melukis hingga terkadang lukisanku di minta orang karena kata mereka lukisanku bagus.
Siang
ini Mama dan Papa keluar kota, Aku di rumah bersama kedua adikku Rio dan Angel.
Aku tahu kalo Rio dan Angel sangat menyayangiku walaupun terkadang mereka suka
menjaili aku.
Aku
suka sekali duduk di halaman dengan kanvas dan cat airku, aku suka sekali
melukis dengan imajinasi yang ada di otakku. Tarkadang aku suka lupa waktu jika
sudah duduk di depan kanvas. Itulah sebabnya Rio adikku yang sudah menjadi
mahasiswa suka uring-uringan.
“
Kakak-nya Rio ya?” Tanya salah satu teman Rio saat mengunjungi rumah kami. Aku
hanya diam dan asik dengan lukisanku. “ Lukisan kamu bagus” Ucapnya lagi.
“ Kak Tina suka lukis ya, Dio boleh kan liat hasil lukisan
Kak Tina”
Aku menarik Tangan Dio dan kuajak ke kamarku. Dio melotot tak percaya.
“ Wah kalo dibuat pameran pasti keren tuch”
“ Pameran itu apa? “ Ucapku polos
Dengan sabar Dio memberi tahu aku, apa itu pameran. Apa itu
pelukis terkenal. Bla bla...
Baru kali ini ada teman Rio yang memujiku, mau menemaniku
mengobrol. Biasanya orang-orang melihatku aneh dan menganggapku idiot.
Yang membuatku tak habis pikir terkadang orang-orang
menganggapku Budek dan bisu.
Memang aku susah sekali peduli dengan lingkunganku.
Ingin rasanya aku berbicara, ingin rasanya aku membalas
pertanyaan mereka, tapi itu sangat susah.
Lidahku seperti dililit hingga membuatku susah berucap.
Apa yang aku ucapkan selalu menjadi bahan tertawaan oleh
orang-orang disekitarku. Membuatku merasa jika aku memang abnormal.
Aku sangat buruk di mata mereka.
Sebelum aku bersekolah di SLB, aku masuk sekolah biasa yang
ada di dekat rumahku. Betapa aku sangat tersiksa di sana. Cemooh dan keusilan
teman-temanku selalu aku terima setiap hari.
“ Hei Tina Anak idiot” Ledek Ujang.
“ Dasar udah tua masih sekolah eSDe”
Kerap
kali mukaku dicoret-coret dengan lipstik yang mereka curi dari kantong make Up
Mamanya, Aku hanya bisa diam tanpa perlawanan.
Mereka sangat suka menjaili aku,
memaki-maki aku dan menertawai aku.
Menurut Mama aku salah satu anak
yang membutuhkan kebutuhan khusus.
Setelah
melihat hasil lukisanku Dio pamit pulang. Membuatku mengamuk hebat. Aku
menyukai lelaki itu. Dia telah menjadi teman baruku, kenapa dia meninggalkan
aku sendiri.
Aku menarik kemeja Dio hingga lengannya
robek. Rio sangat marah besar kepadaku. Dia mengurungku di kamar dan tak boleh
keluar kamar sebelum Mama dan Papa pulang. Aku seperti dipenjara.
Aku
melolong sekuat tenagaku, Angel memaki-maki aku dan menyumpal mulutku dengan
kain. Airmataku terus merembes melalui celah-celah mataku. Aku merasa
dibedakan...
Jika
aku ngamuk semua barang kulempar kecuali lukisanku. Itu sebabnya yang membuat
Rio dan Angel kalang kabut dan mengurungku.
Semua
orang tak ada yang bisa menenangkan aku kecuali Mama. Rio dan Angel sangat
geram menghadapi sikapku dan membiarkan aku mendekam dalam kamar yang gelap.
Aku semakin melolong kuat-kuat. Aku takut sekali gelap.
Aku
selalu membayangkan ada makluk hitam yang akan mencekikku. Aku terus berteriak.
Saat Mama pulang aku memeluk mama erat, aku takut ditinggalkan mama lagi. Aku takut Rio dan Angel menyiksaku lagi. Mengurungku dalam kamar gelap yang menjijikan. Membiarkan aku ketakutan dengan makluk hitam yang akan mencekikku.
Mama
memarahi Rio dan Angel karena telah membuatku ketakutan dan selalu memegangi
Mama tanpa mau dilepas. Aku memang sangat ketakutan. Aku tak mau jauh dari
Mama.
“ Rio,
kenapa kamu gak bisa Jaga kak Tina? “
“
Maafkan Rio, ma. Kemarin kak Tina ngamuk dan aku kunci dalam kamarnya tanpa
lampu”
“ Mama
Kecewa sama kamu Rio, juga kamu Angel “, Mama menatap Rio dan Angel bergantian
dan membawaku ke kamar.
Sejak
kejadian itu aku merasa Rio dan Angel membenciku, selalu memandang aku sinis.
Beberapa
hari berlalu Dio teman Rio tak kunjung ke rumah lagi. Aku merasa kesepian. Tak
ada lagi yang memuji lukisanku.
Aku
seperti kehilangan sosok sahabat.
Aku
sering menghabiskan waktu di kamar memandangi satu persatu lukisanku. Lukisan-lukisan
itu menatap kosong ke arahku.
Aku
membersihkan lukisanku dari percikan di debu dari celah jendela.
“ Hai
kak Tina, apa kabar?” Hatiku riang sekali saat Dio mengampiriku dengan sebatang
coklat di tangannya. Aku langsung memeluk Dio.
Pertemananku
bersama Dio terjalin baik. Sesekali Dio mengajakku pergi ke Pameran lukisan.
Aku kagum dengannya karena dia tak malu jalan dengan gadis seperti aku.
Aku
seperti gadis normal lainnya yang merasakan jatuh cinta.
Ya aku
mencintai Dio teman adikku Rio.
Siang
itu aku mendekati Rio yang asik mencuci mobilnya.
“ Kalo
Kak Tina menikah Rio yang jadi sopirnya ya, nganterin kak Tina keliling
komplek”
Spontan
Rio tertawa terbahak-bahak, membuatku jengkel.
“
Memangnya Kak Tina mau menikah sama siapa?” Tawa Rio mulai meredah.
“
nanti kalo Kak Tina besar mau menikah sama Dio yang ganteng itu”
Tawa
Rio semakin menggelegar sembrani memegangi perutnya kencang-kencang.
Apa
ada yang salah dengan ucapanku. Apa aku salah jika aku pengin menikah.
“
kakak... mendingan kak Tina ngurusi lukisan kak Tina aja dech dari pada ngurusin Suami. Bisa heboh
nanti...”
Semenjak
aku merasakan jatuh cinta, aku meninggalkan pakaian kodokku. Aku belajar
berpakaian rapi seperti Angel. Menggunakan Dress Mama. Meskipun Mama sering kali
mengomel karena Dress kesayangannya harus ditumpahi cat air. Aku tak jerah.
Saat
itu aku mendengar Dio akan maen ke rumah, aku berusaha ingin tampil cantik di
depannya. Aku memakai Dress warna putih dan mengucir dua rambutku. Aku memoleskan listik merah ke bibirku juga ke
kedua pipiku.
Mama
mengerutkan kening saat melihat aksiku di depan meja riasnya.
Lisptik
mama Patah dan bedak bertaburan dimana-mana. Membuat Dress putih mama kotor. Mama tak pernah memarahiku ataupun memukulku, tidak seperti Papa, Rio dan Angel yang selalu memukul kepalaku karena aku tak paham dengan apa yang mereka ucapkan.
Aku hanya bisa menangis.
Aku
berlari mengampiri Dio dan Rio di halaman. Spontan Rio menertawakan aku dengan
dandanku yang seperti badut Ancol. Dio dan Wanita di sampingnya pun tertawa
serupa.
“ Kak
Tina, kenalin ini marta pacar Dio”
Marta
menyodorkan tangannya ke Arahku. Aku langsung melempar wajahnya dengan Boneka
yang kupeluk.
Kujambang
rambutnya hingga dia mengerang kesakitan.
Aku
sangat marah dengan marta. Dia telah merebut Dio sahabatku. Membuat Dio tak
lagi mengunjungiku. Aku benar-benar marah dengan wanita itu.
“
Stop, kak Tina”. Rio memegang tubuhku dan menyeretku masuk kamar.
“
Maafkan kak Tina ya”
Marta
merapikan rambutnya dan mengumpat “ Dasar ediot”
“
Maaaamaaaaaaaaaaaaa...maaaaaamaaaaaaaaaaa”
Aku
memberontak,,, saat aku dimasukkan dalam kamar dan membiarkan Wanita itu berdua
dengan Dio di halaman.
Mama selalu
menenangkan aku. Mengapa aku tak boleh jatuh cinta Mama?
Apa
aku bukan gadis sempurna yang pantas dicintai pria....
Mama,
, ,
Aku
ingin menjadi wanita yang normal, memiliki dunia dan kehidupan yang normal.
Aku
tak ingin seperti ini selalu dicemooh orang, dipandang sebelah mata oleh setiap
orang yang menatapku. Aku seperti tak dianggap di dunia ini. Aku tersisihkan.
Entahlah.
Aku
harus menjalani apa yang Tuhan beri untukku. Aku berusaha menerimanya seperti
Mama menerimaku.
^^ udh bagus kok ki.. tp kadang konsistensi 'aku'nya hilang. kalau mau buat cerita dari sudut pandang pertama, ungkapin yang dirasa 'aku' aja. dan jangan lupa 'aku' itu pemahamannya terbatas dan pengetahuannya sedikit. jadi mungkin dia nggak akan mengerti kenapa orang memandang dia beda, atau apa itu 'pacar'. dia mungkin hanya ngerasa ga suka dipandang begitu, atau merasa sejak punya pacar dio nggak pernah nemenin dia lagi. ^^ cmiiw yaaa
BalasHapus:-) makasih ya...
BalasHapusaku seneng cerpenku dikomentari...jdi semangat buat nulis cerpen dan memperbaiki titik-titik yang kurang tepat.
Aku terlalu lebay jadi keluar dari tokoh aku hehehe...insah Allah aku perbaiki.
Km emang cocok dech jadi juri perlombaan cerpen *-'