Aku duduk di bawah payung berukuran jumbo di pinggir Pantai. Romantis sekali. Dengan menggunakan Dress hijau ku menyeruput jus jeruk pesananku. Segar. Menunggu kekasihku.
Mataku tertuju pada Pria yang tak asing lagi kulihat mendekatiku, serta keranjang berpita merah marun di kedua sisi tangkainya. Aku tersenyum kepadanya.
Dia langsung memposisikan duduk di kursi berhadapan denganku.
“ Maaf ya telah membuat kamu menunggu lama”, Ucapnya dengan raut wajah menyesal.
“ Ah...aku baru saja di sini kok”, Aku menghiburnya agar dia tidak merasa bersalah. Dia bernafas lega sembrani mengangkat keranjang berisi pot lengkap dengan tanah namun tak ada tumbuhan satupun yang tumbuh.
“ Oia aku membawa hadiah untukmu”.
“ Kamu memberiku pot??” Raut wajahku terlihat bingung mengapa ia memberiku pot.
“ bukan, sebenarnya aku ingin memberimu bunga”. Dia membuatku semakin bertanya-tanya.
“ Tak usah bingung, siram saja pot ini setiap hari nanti juga akan tumbuh”
“ Emang kamu taroh biji bunga apa??”
“ Liat saja nanti bunga apa yang akan tumbuh”. Dia bersikukuh tak membocorkan bunga apa yang nantinya akan tumbuh.
Dia menggenggam tanganku dan mengelusnya lembut.
“ Untuk beberapa hari ini aku ada urusan, tolong jangan menghubungi aku dulu, maaf aku mengatakan ini padamu karena aku tak ingin membuatmu cemas”.
Wajahku berubah masam.
“ Urusan apa?? Kapan kamu kembali?”, Tanyaku setelah beberapa jedah terdiam.
“ Urusan penting, aku tak dapat memberitahumu. Aku akan kembali sebelum pucuk bunga itu jatuh”. Ucapnya tak pernah lepas menatap bola mataku.
“ Mengapa harus menunggu pohon ini berbunga, bukankah cukup lama untuk menunggu biji ini tumbuh dan dewasa hingga berbunga?”. Aku tak terima dengan ucapannya.
“ Tenanglah sayang, aku akan kembali. Rajinlah menyiram pot ini”.
Aku menggangguk pelan meski tersirat jelas kesedihan di wajahku.
^@@@^
Aku meletakan Keranjang berisi pot tersebut di dekat jendela, agar sinar matahari mampu membuatnya cepat tumbuh. Setiap hari mataku selalu mengawasinya, tak bosan untuk terus menyiramnya, juga tak pernah lupa kubawa kemanapun aku pergi. Sekarang ku menjadi gadis berkeranjang hijau dengan pita merah marun.
Mengapa aku harus menunggu hingga tumbuhan ini berbunga, bukankah itu cukup lama. Baru 3 hari saja tunas itu baru muncul dari permukaan tanah. Ku terus memandangi keranjang yang kuletakan di atas meja belajar. Apa maksud dia mengatakan itu untukku, apa itu artinya dia memutuskan aku secara lembut. Tetapi mengapa dia memberiku harapan untuk menunggunya. Beribu pertanyaan berkecambuk dalam benakku.
Pagi-pagi aku sudah menyiramnya, senang rasanya tanaman itu sudah mulai muncul daun. Rupanya tanaman ini tubuh begitu subur. Aku mulai bisa menebak ini pohon mawar. Meski baru tumbuh 10cm aku sudah sangat bahagia. Cepatlah berbunga mawar aku menunggu kekasihku pulang menemuiku kembali. Apa tak cukup waktu satu hari untuk mengatakan perpisahan pada pacarmu yang lain. Palingkan hanya makan bareng, jalan bareng, atau nonton bareng, Tak cukupkah waktu satu hari. Sebenernya dia memiliki kekasih berapa sich?. Apa dia juga mengatakan seperti yang dia katakan kepadaku untuk menunggunya kepada gadis lain. Apa sich yang sedang dia lakukan sampai membiarkan aku menunggu terlalu lama. Hampir satu bulan menunggu hingga daun mawar ini muncul.
Pohon mawar ini telah tumbuh 15cm daunnya sudah mulai lebat, aku semakin hati-hati dalam merawatnya. Mengapa tak ada tanda-tanda mengenai dia mencintaiku. Apa dia tak merindukanku hingga sanggup tak menghubungiku. Atau tak ada sinyal untuk ponselnya. Ya setidaknya ada wartel untuk sejenak menghubungiku. Memang dia sudah memperingatkanku untuk jangan cemas. Tetapi perasaan tak bisa dibohongi, hatiku tetap mencemaskannya. Dimana sich dia sekarang, aku sangat merindukannya.
Aku berjalan menelusuri pinggir pantai dengan ditemani titipannya yang kurawat dengan baik. Melangkah anggun melewati batu karang. Menikmati terpaan angin sore menjelang senja. Seorang diri tepatnya sich berdua dengan keranjang berisi mawar yang mulai berbunga. Dimanapun dia berada semoga tetap kembali kepadaku dan menjagaku. Aku sangat berharap dia di sisiku kembali seperti kala dulu.
Matahari mulai menenggelamkan dirinya dibalik laut yang elok itu. Sinar merahnya terbentang indah di langit. Sangat cantik. Ku beranjak pergi meninggalkannya tuk kembali pulang.
Mawar ini telah berbunga, satu kelopaknya telah jatuh. Mengapa dia belum menunjukan tanda-tanda untuk kembali. Apa dia lupa akan janjinya. Apa dia lupa membiarkanku terus menunggu dengan harapan indah di benakku. Ya seharusnya aku merekamnya, agar aku punya bukti dia pernah mengatakan padaku akan kembali sebelum pucuk bunga itu rontok. Aku menghembuskan nafas pasrah. Semudah itukah dia mengobral janji untuk gadis. Untukku kekasihnya. Apa dia telah menemukan gadis lain yang lebih dari aku sehingga dengan mudahnya dia melupakanku. Membiarkanku hidup dalam harapan kosong. Setega itukah dia terhadap diriku.
Ku terus memandangi mawar yang semakin hari semakin banyak menjatuhkan kelopaknya. Pikiran dan perasaanku tak tenang. Galau. Cemas. Sedih. Senang. Semua rasa bergejolak di hatiku. Aku terus menghibur diriku sendiri, semakin banyak kelopaknya yang rontok semakin dekat dia kembali kepadaku lagi.
Aku mengumpulkan setiap kelopak yang telah rontok, ku meletakan di tangan tengadah sambil terus menangis. Kelopak mawar itu menjadi tumpahan air mataku.
Kembali ku mendatangi pantai, entah mengapa disaat galau ku memilih pantai untuk menyendiri. Di pantai aku dapat menatap hamparan luas tanpa ada penghalang. Aku menikmati setiap detikku ketika di pantai. Hatiku nyaman, damai dan sedikit lebih tenang.
Aku duduk di atas karang menghadap laut dengan keranjang bunga mawar di sisiku. Aku menatap kosong dengan raut wajah sayu. Mataku terlalu sembab, pegal untuk mengeluarkan air mata terlalu banyak.
Tiba-tiba di depan mataku disodorkan cicin berlian lengkap dengan tempatnya. Aku kaget dan menegok ke belakang. Hatiku berdegup kencang antara senang dan ingin menangis bahagia. Dia yang ku tunggu kembali. Tak banyak berubah darinya. Parfumnyapun masih dapat ku kenali. Senyumnya masih sama sperti dulu. Tatapannya juga tak berubah. Selalu membuat detak jantungku berirama seperti genderang.
“ Aku kembali sesuai janjiku, datang sebelum ujungnya ikut rontok bersama kelopaknya”. Aku langsung memeluknya erat. Dia membalas peluk. Mencium keningku.
Dia berjongkok dengan menyodorkan cincin ke arahku. Mungkin wajahku menora merah.
“ Menikahlah denganku, Reyna”, Ucapnya serius. Tanpa berpikir aku mengangguk.
Dia langsung memasangkan cincin itu di jari manisku. Lalu mencium punggung tanganku. Rasa bahagia tak terhingga menimpaku. Penantian panjangku dengan mengurus benih mawar hingga kelopaknya rontok berakhir di sini.
Dia telah kembali dan meminangku.
0 komentar:
Posting Komentar